Arema Kembali Jadikan Dana Komersil PT LIB Sebagai Makanan Pokok

- Advertisement -

Di tengah pandemi covid-19, Manajemen Arema kembali jadikan dana komersil PT LIB sebagai makanan pokok mereka. Hal itu dengan malu-malu diakui oleh General Manager Arema, Ruddy Widodo.

Sebelumnya, sudah sejak tiga musim terakhir, Arema berusaha keras berdiri di atas kaki sendiri dalam mencari sumber pemasukan tim. Mereka lebih bergantung pada uang sponsor dan menjadikan subsidi atau dana komersil dari operator liga cuma sebagai ‘vitamin tambahan’.

Namun, Ruddy menegaskan, pandemi covid-19 turut berkontribusi merusak kondisi finansial klub-klub sepak bola. Ditambah dengan vakumnya Liga 1 2020 sejak pertengahan Maret dan baru direncanakan digelar lagi Oktober nanti.

“Lalu dari mana sumber dana kami membayar gaji pelatih dan pemain di bulan Juli dan seterusnya ini? Sementara, pemasukan tidak ada karena kompetisi berhenti sementara. Uang sponsor juga otomatis terhenti sementara karena liga tidak berjalan semestinya. Jadi, tidak salah jika kami berharap dari dana komersil itu,” kata Ruddy.

Alasan Arema Mengharapkan Dana Komersil PT LIB

Ruddy Widodo menyebut Arema punya alasan mengharapkan dana komersil dari PT Liga Indonesia Baru. Menurutnya, menggelontorkan dana subsidi untuk klub itu jadi tantangan pertama bagi jajaran direksi operator kompetisi yang baru terpilih itu.

Memang, sudah ditetapkan PSSI nominal gaji pelatih dan pemain di bulan Juli dan Agustus maksimal 25 persen, dan saat kompetisi bergulir nominalnya 50 persen. Tetap saja, Ruddy mengaku berat jika tanpa subsidi.

“Itu harapan Arema dan klub Liga 1 lainnya, karena berat kalau tanpa subsidi itu. Ini menjadi tantangan bagi kawan-kawan di PT LIB, mudah-mudahan bisa dikabulkan. Kalau dua bulan ini subsidi turun akan sangat membantu, karena sekarang sudah menjadi makanan pokok semua klub, termasuk Arema,” imbuhnya.

Masih Harus Mencari Tambahan Pemasukan

Ruddy Widodo membeber, sekalipun bergantung pada dana komersil dari PT LIB, pihaknya juga tetap harus mencari tambahan pemasukan. Sebab, dengan asumsi gaji 50 persen atau 25 persen, mereka masih defisit.

“Pengeluaran Arema untuk gaji saja, jika ada dana komersil masih harus nombok. Tanpa dana komersil jelas nomboknya lebih banyak lagi. Kalau itu terjadi, jelas uangnya owner lagi yang kepakai. Memang butuh pengorbanan, yang penting sepak bola berlanjut dan animo penonton kembali,” tegas pria berkaca mata ini.

 

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya