Ekshumasi dan Autopsi Korban Kanjuruhan Disaster 2 Bisa Tanpa Izin Keluarga

- Advertisement -

Tim Hukum Tim Gabungan Aremania (TGA) menilai ekshumasi dan autopsi korban Kanjuruhan Disaster 2 yang sudah dimakamkan bisa tanpa izin keluarganya. Acuannya pada Pasal 134 dan Pasal 135 Kitap Undang-undang Hukum Acara Pidana.

Terkait hal ini, Anjar Nawan Yusky, SH. selaku Tim Hukum TGA menyebut pihaknya sudah melayangkan surat kepada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Mereka mendesak agar Kejati Jatim memberikan surat P19 kepada penyidik Polri.

Kejati Jatim didesak untuk meminta penyidik Polri melengkapi berkas yang sudah dilimpahkan dengan hasil ekshumasi-autopsi dan visum et repertum. Sebab, sebelumnya, pihaknya sudah meminta secara terbuka, tapi tidak dilakukan oleh penyidik Polri.

“Padahal, apabila mengacu ketentuan dalam pasal 134 KUHAP dan 135 KUHAP yang pada pokoknya mengatur bahwa pemeriksaan bedah mayat (autopsi) dilaksanakan oleh penyidik untuk kepentingan pembuktian peradilan,” kata Anjar.

“Dari ketentuan pasal 134 dan 135 KUHAP semestinya dapat difahami bahwa izin atau persetujuan dari keluarga korban bukanlah suatu keharusan. Justru apabila keluarga korban merasa keberatan sudah menjadi kewajiban penyidik untuk menerangkan secara jelas maksud dan tujuan dilakukannya proses autopsi.”

Ekshumasi dan Autopsi Korban Kanjuruhan Disaster Bisa Mencontoh Kasus Lain

Anjar menambahkan, tindakan ekshumasi dan autopsi korban Kanjuruhan Disaster 2 ini bisa saja mencontoh kasus lain yang terjadi di Indonesia. Misalnya, kasus kematian enam orang anggota FPI dan kasus pembunuhan Brigadir Joshua Hutabarat.

Menurutnya, dalam dua kasus tersebut ternyata pihak kepolisian dapat langsung melakukan proses autopsi tanpa persetujuan dari pihak keluarga. Hal itu juga disebutkan dalam banyak pemberitaan di berbagai media.

“Di media disebutkan, pihak kepolisian selalu konsisten menyatakan bahwa persetujuan keluarga dalam melakukan proses autopsi bukanlah suatu keharusan atau syarat untuk dapat dilaksanakannya autopsi,” imbuhnya.

“Namun yang menjadi pertanyaan, mengapa dalam proses hukum tragedi Kanjuruhan ini tidak diperlakukan demikian?”

Autopsi Ada Dalam Rekomendasi Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Kanjuruhan Disaster 2

Anjar menerangkan, permohonan Tim Hukum TGA kepada Kejati Jatim itu juga berlandaskan rekomendasi dari Tim Gabungan Independen Pencari Fakta Kanjuruhan Disaster 2. Laporan itu sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo.

Pada Bab V bagian rekomendasi bagi Polri huruf H jelas-jelas tim penyidik Polri diminta melakukan autopsi terhadap pasien yang meninggal dengan ciri-ciri yang diduga disebabkan oleh gas air mata. Tujuannya untuk memastikan faktor-faktor penyebab kematian.

“Oleh karena itu, sudah semestinya Polri dan Kejaksaan RI menghormati dan mematuhi rekomendasi yang telah disampaikan oleh TGIPF yang dibentuk langsung oleh Presiden RI,” tandasnya.

Kabar tentang Kanjuruhan Disaster 2 akan terus kami sajikan secara tajam, berimbang, dan terpercaya. BACA: Klik di sini untuk terus mengikuti update berita tentang Kanjuruhan Disaster 2 dari segala sisi.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya