Kesimpulan Komnas HAM Terkait Kasus Kanjuruhan Disaster 2

- Advertisement -

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) sudah menyelesaikan hasil investigasinya terkait kasus Kanjuruhan Disaster 2. Di sana, mereka melihat adanya bukti-bukti pelanggarah HAM.

Berkas laporan pemantauan dan penyelidikan dengan nomor 039/HM.00/XI/2022 itu sudah disampaikan Komnas HAM. Pelaksanaan pemantauan dan penyelidikan itu mereka lakukan berdasarkan mandat dan kewenangan Pasal 89 ayat (3) Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Menindaklanjutinya, Komnas HAM telah melakukan langkah-langkah dimulai dengan meminta keterangan sekaligus barang bukti terhadap sejumlah saksi/korban. Termasuk Aremania se-Malang Raya, yang mengetahui peristiwa di Stadion Kanjuruhan tersebut.

Tim Komnas HAM juga meminta keterangan terhadap para pihak terkait, seperti Manajemen Arema, pemain Arema, Bupati Malang dan jajarannya, jajaran Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora), jajaran Brimob, jajaran Zeni Tempur (Zipur), jajaran Polres Malang, Manajemen Persebaya Surabaya, Ketua Panitia Pelaksana dan security officer Arema, rumah sakit, dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

Komnas HAM sebenarnya juga sempat meminta keterangan secara tertulis kepada FIFA. Namun, hingga laporan ini diterbitkan, tidak ada respon.

Komnas HAM juga melakukan pemanggilan kepada para pihak terkait untuk memberikan keterangan secara langsung. Mereka diminta menyerahkan dokumen-dokumen/bukti yang diperlukan.

Tim ini juga melakukan pemanggilan terhadap Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI), PT Liga Indonesia Baru (LIB), Broadcaster Indosiar, Asosiasi Pesepakbola Profesional Indonesia (APPI), Paguyuban Suporter Timnas Indonesia, Match Commissioner, dan ASOPS Mabes Polri.

Setelah itu, tim Komnas HAM membandingkan seluruh temuan faktual dan dokumen-dokumen/bukti-bukti yang diperoleh. Tujuannya untuk melihat persesuaian karena keterangan diambil dari berbagai pihak, didalami fakta-faktanya, sehingga menghasilkan temuan fakta yang bersesuaian atau tidak bersesuaian.

Dalam proses pemantauan dan penyelidikan, Komnas HAM mendapatkan 114 dokumen dan 233 video. Ada 219 di antaranya video CCTV dan 14 video suporter.

Seluruh hasil tersebut kemudian dianalisis, baik faktual maupun hukumnya menjadi laporan akhir hasil pemantauan dan penyelidikan serta rekomendasi yang akan disampaikan kepada para pihak.

Inilah Kesimpulan Komnas HAM Terkait Kasus Kanjuruhan Disaster 2

1. Peristiwa tragedi kemanusiaan di Stadion Kanjuruhan merupakan peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi akibat tata kelola sepakbola yang diselenggarakan dengan cara tidak menjalankan, menghormati dan memastikan prinsip dan norma keselamatan dan keamanan dalam penyelenggaraan sepak bola. Selain itu juga terjadi karena tindakan excessive use of force.

2. Terdapat sistem pengamanan yang menyalahi aturan PSSI dan FIFA dengan
pelibatan kepolisian dan TNI antara lain, masuknya gas air mata serta penembakan gas air mata, penggunaan simbol-simbol keamanan yang dilarang dan fasilitas kendaraan.

Pelanggaran terhadap aturan PSSI dan FIFA ini terjadi karena desain pengamanan dalam seluruh pertandingan sepakbola yang menjadi tanggung jawab PSSI, tidak memperdulikan prinsip keselamatan dan keamanan yang terdapat dalam regulasi PSSI dan FIFA.

Hal ini tercermin dalam pengaturan PKS antara PSSI dan Kepolisian. PSSI sebagai inisiator PKS tersebut, dalam proses penyusunan mengabaikan norma dan prinsip keselamatan dan keamanan, sehingga tidak ada upaya serius dan maksimal untuk menawarkan konsep desain keselamatan dan keamanan yang sesuai dengan norma dan prinsip regulasi PSSI dan FIFA kepada kepolisian.

Setidak-tidaknya PSSI bisa memberitahukan secara serius dan mendalam atau mempertahankan norma serta prinsip secara serius ketika terdapat perbedaan dan potensi pelanggaran.

PKS akhirnya menjadi dokumen resmi dan pedoman pengaturan keamanan dan
keselamatan antara PSSI dan Kepolisian yang secara normatif melanggar regulasi PSSI dan FIFA dan pada saat diterapkan bertentangan dengan prinsip dan norma tersebut.

3. Selain terkait keterlibatan kepolisian dan TNI, dalam keselamatan dan keamanan terdapat masalah mendasar terkait peran dan tanggung jawab security officer. Security officer berperan minimal dalam perencanaan pengamanan, pelaksanaan pengamanan, dan kendali pengamanan.

Hal ini dipengaruhi oleh keberadaan PKS dan ketidakmampuan security officer. Ketidakmampuan security officer ini diakibatkan oleh tidak adanya standarisasi kemampuan melalui lisensi atau akreditasi, yang diuji dan dievaluasi setiap
waktu.

4. Lebih jauh dalam spektrum yang luas tentang keselamatan dan keamanan, unsur-unsur penting dalam penyelenggaraan pertandingan Arema vs Persebaya, 1
Oktober 2022 di Stadion Kanjuruhan tersebut, mengabaikan keselamatan dan keamanan, atau setidak-tidaknya tidak menjadikan keselamatan dan keamanan sebagai salah satu pilar utama dalam penyelenggaraan pertandingan tersebut.

Dalam realitas faktualnya, itu merupakan pertandingan dengan kategori berisiko tinggi (high risk). Terbukti, Ketua Umum dan Sekjen PSSI antara lain tidak mengambil langkah konkret sesuai dengan regulasi atas pertandingan berisiko tinggi (high risk) tersebut untuk memastikan keselamatan dan keamanan.
Kewenangan yang dimiliki tidak digunakan untuk menjamin dan memastikan keamanan dan keselamatan. Padahal mengetahui dinamika proses status keamanan menuju pertandingan.

Match commissioner antara lain mengetahui pelanggaran terhadap regulasi PSSI dan FIFA juga tidak mengambil langkah untuk mencegah dan atau menghentikan pelanggaran tersebut berlangsung, khususnya terkait pengamanan dan keselamatan stadion.

Panpel dan termasuk Klub Arema tidak menjadikan keselamatan dan keamanan
sebagai pilar utama antara lain hal ini terkait pencetakan tiket melebihi kapasitas
stadion, tidak ada langkah konkret terhadap pelanggaran keamanan dan keselamatan.

Selain itu, Panpel dan klub Arema setidaknya mempertanyakan keberadaan gas air mata, simbol terlarang dan fasilitas kendaraan, dan memastikan perangkat keamanan (steward) memenuhi kebutuhan maksimal dengan status berisiko tinggi (high risk) dan penonton yang melebihi kapasitas.

PT LIB sebagai operator sekaligus penanggung jawab operasional keseluruhan
kompetisi antara lain tidak mengambil langkah konkret guna menjamin pertandingan berisiko tinggi (high risk) berjalan dengan aman dan selamat.

Tindakan yang diambil malah bertentangan dengan prinsip keselamatan dan keamanan dengan mengutamakan kepentingan sponsorship daripada keamanan dan keselamatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan pihak broadcaster.

Fakta-fakta di atas pada akhirnya mengakibatkan pertandingan Arema vs Persebaya, 1 Oktober 2022 menjadi tragedi kemanusian yang menewaskan 135
orang meninggal dan ratusan orang luka serta trauma.

Hal ini tidak hanya menjadi persoalan pelanggaran terhadap regulasi PSSI dan FIFA semata, namun juga telah masuk ke ranah hukum pidana.

5. Penembakan gas air mata merupakan penyebab utama dari banyaknya jatuh korban meninggal, luka dan trauma dalam tragedi kemanusian Kanjuruhan. Meskipun karakter dasar gas air mata tidak mematikan, karena kandungan dominan CS gas, namun dalam kondisi tertentu dapat menjadi penyebab kematian.

Peran gas air mata dalam tragedi kemanusian dapat dilihat dalam dua hal. Pertama, secara langsung mengakibatkan kematian, dapat dilihat dalam kejadian pintu 13. Jatuhnya amunisi gas air mata pada ujung samping tubir tangga 13 menjadikan asap masuk ke lorong tangga sampai keluar dari pintu 13 di tengah kepanikan dan desakan penonton. Namun demikian hal ini harus dibuktikan dengan kondisi faktual penyebab kematian secara ilmiah dengan hasil otopsi.

Kedua, tidak secara langsung mengakibatkan kematian, luka dan trauma. Hal ini terjadi karena gas air mata yang ditembakkan ke tribune membuat kepanikan penonton, dan membuat harus berdesakan untuk keluar stadion dari berbagai pintu dengan mata pedas, kulit panas dan dada sesak.

6. Terdapat gas air mata yang telah kedaluwarsa. Hal ini berdasarkan keterangan yang Komnas HAM peroleh dan hasil dari laboratorium atas gas air mata yang didapatkan oleh Aremania dan Komnas HAM. Terkait konsekuensi kedaluwarsa terhadap kondisi tubuh manusia masih perlu didalami dengan proses ilmiah.

7. Terjadi tindakan excessive use of force dalam tragedi kemanusian yang mengakibatkan kematian, luka dan trauma. Excessive use of force terjadi karena dua hal. Pertama, melihat dinamika eskalasi di lapangan setelah peniupan peluit berakhir, masuknya penonton ke lapangan, dan lapangan sudah terkendali sampai pukul 22:08:56 WIB sebelum tembakan gas air mata pertama.

Kedua, penembakan gas air mata yang dilakukan secara beruntun dan dalam jumlah banyak, termasuk yang ditembakkan ke tribun penonton dan terdapat penembakan gas air mata yang mengejar penonton.

Tindakan excessive use of force ini tidak hanya tindakan pelanggaran SOP semata, namun juga merupakan tindakan pidana.

8. Terdapat tindakan kekerasan di lapangan maupun di luar stadion, antara lain di lapangan dilakukan oleh aparat TNI, diluar lapangan dilakukan ketika evakuasi pemain dan ofisial Persebaya yang berada dalam kendaraan barracuda dan truk brimob yang melaju ke arah keluar area stadion.

9. Tanggung jawab pemulihan fisik dan psikis korban merupakan tanggung jawab semua pihak yang terlibat dalam tragedi kemanusian tersebut termasuk pemerintah. Langkah untuk memberi santunan dan upaya pemulihan yang telah dilakukan merupakan Langkah yang patut diapresiasi, namun demikian harus dipastikan sistem pemulihan bagi korban yang mengalami luka permanen.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya