Vonis Sidang Tragedi Kanjuruhan Dinilai Jauh dari Harapan Keadilan Keluarga Korban

- Advertisement -

Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari LBH Pos Malang, LBH Surabaya, YLBHI, Lokataru, IM 57+ Institute dan Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras atas hasil putusan sidang Tragedi Kanjuruhan. Vonis itu itu dinilai jauh dari harapan keluarga korban.

Vonis hakim sudah dijatuhkan kepada lima terdakwa atas nama AKP Has Darmawan (Danki III Brimob Polda Jawa Timur), Kompol Wahyu Setyo Pranoto (Kabag Ops Polres Malang), AKP Bambang Sidik Achmadi (Kasat Samapta Polres Malang), Abdul Haris (Ketua Panpel Pertandingan Arema FC), dan Suko Sutrisno (Security Officer).

Berdasarkan pemantauan yang Koalisi Masyarakat Sipil lakukan, kelima terdakwa tersebut dijatuhi vonis hukuman yang ringan. AKP Has Darmawan divonis 1 tahun 6 bulan penjara, Kompol Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas, AKP Bambang Sidik Achmadi divonis bebas, Abdul Haris divonis 1 tahun 6 bulan, dan Suko Sutrisno divonis hanya 1 tahun penjara.

“Kami menilai bahwa vonis tersebut jauh dari harapan keluarga korban yang menginginkan para terdakwa dapat diputus pidana seberat-beratnya juga seadil-adilnya, serta dapat mengungkap aktor high level di balik tragedi ini,” tulis Koalisi Masyarakat Sipil dalam rilisnya.

Ada yang Ganjil Dalam Vonis Sidang Tragedi Kanjuruhan

Sebetulnya sejak awal Koalisi Masyarakat Sipil telah mencurigai proses hukum ini yang tampak tidak secara sungguh-sungguh mengungkap kasus Tragedi Kanjuruhan.

“Kami menduga proses hukum ini dirancang untuk gagal dalam mengungkap kebenaran (intended to fail) serta melindungi pelaku kejahatan dalam Tragedi Kanjuruhan,” lanjut rilis tersebut.

“Selain itu kami juga turut melihat bahwa proses persidangan tersebut merupakan bagian dari proses peradilan yang sesat (malicious trial process). Dugaan kami turut didorong dengan berbagai keganjilan selama persidangan yang kami temukan.”

Keganjilan-keganjilan yang dimaksud antara lain aktor yang diproses secara hukum hanyalah aktor lapangan, terbatasnya akses kepada pengunjung atau pemantau persidangan di awal-awal sidang, terdakwa sempat hanya dihadirkan secara daring, diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam persidangan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.

Selain itu, Hakim dan Jaksa Penuntut Umum cenderung pasif dalam menggali kebenaran materil, minimnya keterlibatan saksi korban dan keluarga korban sebagai saksi dalam persidangan, komposisi saksi didominasi oleh aparat kepolisian.

Ada pula intimidasi anggota Polri dengan membuat kegaduhan dalam proses persidangan, adanya pengaburan fakta penembakan gas air mata kebagian tribun penonton, hingga peristiwa kekerasan dan penderitaan suporter baik di dalam maupun di luar stadion yang tidak diungkap secara utuh.

“Kami menilai proses persidangan ini telah menunjukan bahwa potret penegakan hukum di Indonesia tidak benar-benar berpihak kepada korban dan keluarga korban kejahatan. Dijatuhkannya vonis yang jauh dari rasa keadilan bagi korban dan keluarga korban telah menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia,” terang rilis itu.

“Selain itu, proses peradilan ini juga memalukan Indonesia di mata dunia Internasional yang menunjukan potret buruk dan hancurnya negara hukum Indonesia karena hukum dipermainkan sedemikian rupa.”

Inilah Desakan Koalisi Masyarakat Sipil

  1. 1. Kapolri untuk memastikan proses hukum berjalan dengan baik, transparan dan independen;
  2. 2. Dirkrimum Polda Jatim melakukan penyelidikan dan penyidikan kembali untuk menemukan tersangka baru khususnya bagi pelaku penembakan gas air mata;
  3. 3. Komnas HAM RI menetapkan Tragedi Kanjuruhan sebagai pelanggaran HAM berat;
  4. 4. Komisi Yudisial dan Badan Pengawas Mahkamah Agung memeriksa Majelis Hakim yang mengadili perkara Tragedi Kanjuruhan atas dugaan pelanggaran kode etik.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya