Kebaya Merah, Mata Merah Korban Kanjuruhan Disaster 2, dan Ironi Lambatnya Penyidikan

- Advertisement -

Polda Jawa Timur bersama Polrestabes Surabaya dengan sigapnya telah mengamankan beberapa orang terkait video mesum yang diperankan seorang perempuan berpakaian kebaya merah di Surabaya. Namun ironinya, hingga kini penyidikan kasus Kanjuruhan Disaster 2 terkesan jalan di tempat.

Dalam video tersebut kedua pemeran melakukan aksi mesum dengan seting pegawai dan tamu hotel. Kepolisian dengan cepat mengidentifikasi, baik tempat dan pemeran, dengan berbekal video yang beredar.

Pada Sabtu (5/11/2022) polisi telah mendatangi hotel yang diduga lokasi pembuatan video tersebut. Tidak butuh waktu lama, Minggu (6/11/2022) berdasarkan keterangan Dirkrimum dan Kabidhumas Polda Jatim, kedua pemeran video tersebut berhasil ditangkap di Surabaya.

Tidak ada yang salah dalam upaya kepolisian di atas, karena polisi memang harus maksimal dalam mengungkap suatu perkara. Adanya petunjuk, baik itu foto atau pun video, tentunya mempermudah polisi dalam mengidentifikasi pelaku. Apalagi di era siber seperti ini, petunjuk bisa lebih mudah didapatkan apabila ada foto dan video.

Namun, cepatnya penanganan perkara video mesum Kebaya Merah tentunya menjadi ironi jika kita melihat perkembangan penanganan perkara Kanjuruhan Disaster 2 yang telah menewaskan 135 orang dan ratusan lain luka-luka.

Dalam perkara ini per 6 Okober 2022 baru ditetapkan enam orang tersangka, terdiri dari 3 sipil dan 3 perwira polisi. Namun pasca penetapan tersangka tersebut, perluasan tanggung jawab seakan berhenti, dengan tidak adanya tersangka baru.

Padahal, jika merujuk cepatnya penangkapan pemeran video Kebaya Merah, harusnya penyidik bisa menetapkan lebih dari enam tersangka dalam peristiwa tersebut. Bisa saja supporter yang mungkin melakukan pelanggaran, bisa juga personel kepolisian lain yang turut mendorong terjadinya tragedi ini.

Siapa mereka? Tentunya petugas, yang terekam dalam banyak video yang beredar, yang menembakan gas air mata ke arah tribune, terutama tribune selatan. Dalam berbagai video sangat terlihat jelas mereka lah yang melakukan tembakan gas air mata ke arah tribune.

Sebenarnya tanpa perlu capek memelototi video, penyidik bisa mendapatkan petunjuk siapa saja yang menembakan gas air mata. Bisa dari daftar personel yang ditugaskan, ploting petugas, dan tentunya yang paling gamblang adalah data peluru gas air mata yang dibawa masing-masing petugas dari markas dibandingkan dengan data gas airmata yang dibawa pulang kembali ke markas.

Dari data itu, tentu dapat diketahui siapa yang menembak atau bahkan siapa yang menembak beberapa kali. Video yang beredar akan memperkuat sangkaan tim penyidik, karena yang bersangkutan terekam menembakkan gas air mata ke tribune.

Terkait alibi bahwa petugas di lapangan hanya menjalankan perintah, sepertinya kurang tepat sebagai pembenar tidak dipidananya mereka. Sebagai gambaran, dalam kasus Sambo terdapat enam perwira selain Ferdy Sambo yang dipecat. Itu belum termasuk Bharada RE dan Brigadir RR.

Belum lagi beberapa personel lain yang disidang etik dengan sanksi etik seperti demosi dan penempatan khusus. Dengan asumsi bahwa sebagai bawahan, mereka semua hanya menuruti perintah atasan (Ferdy Sambo), maka seharusnya penembak gas air mata pun bisa ditetapkan sebagai tersangka.

Begitu juga polisi-polisi yang mendatangi rumah seorang bapak dari dua korban yang menyetujui autopsi. Meski tidak secara langsung meminta membatalkan autopsi, tapi tindakan mendatangi terus menerus rumah bapak tersebut tentunya merubuhkan juga pertahanan si bapak. Sampai-sampai dia sempat membuat pernyataan membatalkan persetujuan autopsi.

Tindakan anggota polisi tersebut yang sempat membuat autopsi batal sudah seharusnya turut diperiksa terkait perintangan penyidikan atau obstruction of justice. Karena surat autopsi maupun autopsi itu sendiri merupakan bagian dari pencarian petunjuk dalam proses penyidikan, maka segala upaya menghalangi autopsi bisa disebut sebagai perintangan penyidikan.

Tragedi Kanjuruhan dan bebeberapa kasus lain dengan bukti video atau foto yang terang benderang tentunya menunggu langkah maju penyidikan. Apalagi secepat tertangkapnya pelaku video Kebaya Merah.

Langkah ini sekaligus membuktikan bahwa polisi tidak hanya cepat ketika ada perkara asusila atau pornografi, melainkan cepat pula untuk perkara-perkara lainnya. Mata merah akibat gas airmata tentunya tidak kalah menderita dari dampak Kebaya Merah.

 

Ditulis oleh: Andreas Lukwira (Kriminolog pengamat suporter)

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya