Merawat Arema Setelah 7 Tahun Kepergian Sam Ikul

- Advertisement -

Hari ini (24/4/2020) genap tujuh tahun kepergian Sam Ikul (Lucky Adrianda Zaenal) yang meninggal dunia karena komplikasi penyakit yang dideritanya bertahun-tahun. Salah seorang putra pendiri Arema, mendiang Mayor Jendral TNI (Purnawirawan) Acub Zaenal itu mewariskan klub tersebut untuk dirawat Aremania.

Meski memiliki Ayah Acub Zaenal yang notabene mantan Ketua Umum PSSI era 80-an dan besar di keluarga bola, Sam Ikul lebih memilih aktif di dunia tinju dan otomotif pada masa mudanya. Bahkan, pria kelahiran Malang, 9 Desember 1960 itu sempat menjadi atlet balap nasional di tahun 80-an dan penggerak tinju profesional di Malang. Sementara, keterlibatannya ke dunia sepak bola tak lepas dari dorongan sang Jenderal yang mendirikan klub sepakbola Galatama pada 11 Agustus 1987.

Lucky lantas diserahi untuk mengurus klub sepakbola yang diberi nama Arema tersebut, bersama Ovan Tobing (Humas Persema Malang kala itu). Menurut sajarahnya, Arema berasal dari gabungan dua klub, Armada dan Arema ’86 yang diambil alih Acub dan kemudian diganti namanya.

Sam Ikul memperjuangkan banyak hal untuk Arema di awal berdirinya Arema. Bersama segenap elemen Arema lainnya, kerja kerasnya membuahkan hasil. Arema menjadi juara kompetisi Galatama 1992-1993 pada keikutsertaannya yang ke-5.

Masih bersama Ovan Tobing, Sam Ikul pulalah yang mempopulerkan istilah Aremania sebagai pendukung fanatik klub Arema. Menurut cerita OT (sapaan akrab Ovan), istilah itu berawal dari jaket yang dikenakannya, di mana pada bagian belakang terdapat tulisan Aremania. Akhirnya, semua sepakat menyebut para pendukung Arema sebagai Aremania sejak saat itu.

Pertemuannya dengan Novi Zaenal dan Kebangkrutannya

Sam Ikul menikahi Novi Zaenal pada 9 Mei 1996 yang merupakan pernikahan kedua kalinya setelah bercerai dengan istri pertama. Bunda Novi, begitu Aremania menyapanya, merupakan sosok yang tegar di balik kehidupan kelam yang menimpa Sam Ikul.

Pada tahun-tahun pertama pernikahan mereka, banyak kisah kelam yang harus dilalui bersama. Hingga pada akhirnya perekomian keluarga mereka memburuk. Satu yang patut dibanggakan, Sam Ikul tetap memperjuangkan Arema agar tetap mengikuti kompetisi Liga Indonesia dengan biaya seadanya kala itu.

Hingga pada akhirnya, sebelum Ligina 2003 dimulai, Arema benar-benar mengalami krisis finansial. Salah satu penyebabnya adalah kian rapuhnya perekonomian keluarga Sam Ikul yang mewarisi pengelolaan Arema dari Ayahnya. Sempat ada usulan merger dengan Persema dengan dalih menyelamatkan Arema. Namun, Sam Ikul lantang melakukan penolakan. Pilihannya ternyata menjual Arema ke tangan pihak yang mau meneruskan perjuangan keluarga besar Acub Zaenal.

Akhirnya, Sam Ikul resmi melepas Arema kepada PT. Bentoel, setelah melalui mediasi seorang pengusaha asal Malang, Iwan Kurniawan. Dengan pertimbangan historis, Sam Ikul pun mendapatkan tujuh persen saham atas kepemilikan klub Arema.

Penyakit Komplikasi yang Menyerang Sam Ikul

Kisah kelam sepertinya tak bosan mendekati kehidupan Sam Ikul, di mana kali ini divonis dokter menderita penyakit Hepatitis C pada pertengahan tahun 2004. Tak sampai di situ saja, setahun berselang (akhir 2005), Sam Ikul kembali divonis mengidap virus CMV (cytomegalovirus) yang menyerang retina matanya.

Sejak saat itu, penglihatannya hanya melalui satu mata, sebelah kanan, karena mata kirinya kehilangan fungsinya. Berhenti menjadi pengurus dan buta sebelah, tak mengurangi kecintaannya pada Arema. Terbukti, Sam Ikul masih menjadi saksi Arema mengangkat trofi juara Copa Indonesia 2006 di laga final setelah mengalahkan Persipura Jayapura 2-0. Momen itu menjadi pemandangan terindah sebelum akhirnya mata kirinya juga mulai mengalami kebutaan.

Ujian kembali datang kepadanya pada 4 Oktober 2008, di mana sang Ayah sekaligus sosok panutannya meninggal di usia 81 tahun. Sam Ikul sangat terpukul, terlebih selama ini Acub Zaenal lah yang bisa ngemong dirinya, sekaligus memperkenalkan pada dunia sepak bola.

Dualisme Arema Sebelum Kepergian Sam Ikul

Sebagai manusia biasa, Sam Ikul juga sempat punya kontroversi terkait pengelolaan Arema, terutama saat terjadi kasus dualisme. Kisah itu berawal sejak awal musim 2011-2012. Pada saat itu, berbekal sebagai Pembina Yayasan Arema, ada klaim sebagai pengelola Arema, bersama Muhammad Nur (Ketua Yayasan yang sebenarnya telah dinon-aktifkan).

Kemudian, atas nama PT. Arema Nusantara Persada (yang katanya perpanjangan tangan Yayasan Arema untuk mengelola klub Arema) Sam Ikul melakukan kerjasama dengan PT. Ancora. Mereka lalu membawa Arema bermain di kompetisi breakaway Liga Premier Indonesia (LPI) di bawah naungan konsorsium. Kompetisi pun berganti nama menjadi Indonesia Premier League setelah pengurus LPI mendapatkan jabatan di PSSI yang kemudian dianggap tak kredibel karena tak didukung oleh 2/3 suara anggota sahnya.

Keputusan membawa Arema ke LPI itulah yang sempat memancing amarah Aremania hingga berdemo di depan rumahnya untuk meminta klarifikasi. Kala hujatan dan caci maki diarahkan padanya, Sam Ikul tetap tegar menghadapi episode terburuk dalam cerita kehidupannya tersebut. Setelah itu, Sam Ikul pun memutuskan mundur dari hingar-bingar dunia sepak bola, karena kesehatannya yang makin memburuk.

Terlepas dari segala cerita kontroversinya, ada sebuah fakta yang tak dapat dimungkiri Aremania. Sam Ikul adalah bagian dari sejarah Arema, klub yang dibesarkannya, klub yang sangat dicintainya, sama seperti Aremania mencintai Arema. Marilah panjatkan doa untuk tujuh tahun kepergian Sam Ikul. Semoga hal-hal baik yang pernah dilakukannya pada Arema menjadi teladan bagi Aremania yang masih berjuang untuk merawat Arema tercinta.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya