Kadiskominfo Provinsi Jatim Benny Sampir Wanto menyebut PSBB harus melalui skoring sebagai salah satu persyaratan sebelum Pembatasan Sosial Berskala Besar itu diberlakukana di Malang Raya. Namun, Walikota Malang, Sutiaji megaku pihaknya kurang setuju akan hal itu.
Sebelumnya, tiga Kepala Daerah di Malang Raya berkumpul di Kantor Bakorwil (Badan Koordinator Wilayah) Malang, Selasa (28/4/2020) malam untuk membahas mengenai usulan pengajuan PSBB ini. Selain Sutaji, hadir pula Bupati Malang HM Sanusi dan Walikota Batu Dewanti Rumpoko.
Benny yang hadir mewakili Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa skoring merujuk pada Permenkes No. 9 Tahun 2020 tentang PSBB. Skoring ini merupakan sebuah proses penilaian dari tiga indikator kasus covid-19 (virus corona) di masing-masing daerah. Tiga indikator itu adalah tingkatan kenaikan kasus positifnya signifikan atau tidak, tingkatan transmisi lokal virus, dan epidemologi kasusnya.
“Kalau nilainya 1-5 maka hanya karantina wilayah. Kalau itu nilainya sudah delapan, maka PSBB. Kalau nilainya 6-7 bisa PSBB atau tidak. Jadi nanti masing-masing kabupaten/kota akan menginformasikan scoring di daerah masing-masing. Yang menilai nanti adalah Kemenkes,” kata Benny.
PSBB Harus Melalui Skoring Menghambat Langkah Preventif
Walikota Malang, Sutiaji menilai penerapan skoring justru akan menghambat langkah preventif pencegahan covid-19. Menurutnya, justru langkah preventif itu yang menjadi inti dari penerapan PSBB di wilayah Malang Raya.
Sutiaji meminta kepada Pemprov untuk memangkas alur skoring indikator tersebut agar pencegahan persebaran covid-19 di Malang raya tidak terlambat. Toh, menurutnya usulan penerapan PSBB itu dilandasi oleh semakin meningkatnya kasus covid-19 di Malang Raya.
“Andai diskoring mungkin Kota Malang sudah masuk (memenuhi syarat). Secara kasat mata saya pikir Kabupaten Malang juga sudah masuk. Hanya Kota Batu yang tidak masuk,” imbuhnya.
Sutiaji juga menyebut alur panjang proses skoring indikator sangaat mengkhawatirkan. Sebab, menurutnya kasus covid-19 di wailayahnya berbeda. Di Kota Malang, kasus positif corona mulai banyak menimpa kalangan tenaga kesehatan (nakes).
“Saya pikir tidak usah pakai skoring segala. Nakes di Kota Malang sudah banyak yang positif covid-19. Saya khawatir kita lambat, karena nakes kami sudah tidak berdaya lagi ketika kasus terus bertambah,” pungkasnya.
Didukung Pihak Rumah Sakit Saiful Anwar
Permintaan Sutiaji untuk meniadakan proses skoring indikator sebagai syarat pengajuan PSBB di tengah pandemi covid-19 (virus corona) dapat dukungan pihak Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA). Wakil Direktur RSSA, dr Syaifullah yang turut hadir dalam pertemuan menyatakan sependapat.
Menurut pengakuannya, sekarang ini kondisi nakes di Kota Malang, khususnya di RSSA sebagai rujukan utama sangat terbatas. Saat ini pihak RSSA tengah menyiapkan gedung paviliun sebagai tempat isolasi tambahan.
Syaifullah menyebut makin terbatasnya ruang isolasi itu bukan karena pasien positif corona yang bertambah, melainkan untuk penanganan khusus ODP (Orang Dalam Pantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pantauan). Menurutnya, penanganan ODP dan PDP butuh standar yang sama seperti pasien positif covid-19.
“Nakes bisa kelelahan kalau pasien terus bertambah. Jika sudah kelelahan, ini masalah bagi semua. Saya pikir PSBB akan sangat membantu, karena saat ini fasilitas kesehatan dan tenaga juga sangat terbatas,” tandasnya.