Dari deretan candi-candi Malang, candi Telih menjadi satu yang mungkin menjadi candi yang terlupakan. Pasalnya, tidak seperti candi pada umumnya, tidak ada satu pun pengunjung terlihat mengunjungi peninggalan sejarah satu ini. Kalaupun ada, kebanyakan adalah penduduk sekitar yang biasa mencari kayu bakar. Sementara pengunjung lain biasanya adalah penghobi motor trail.
Salah satu alasan kenapa jarang pengunjung pada Candi tersebut adalah soal lokasinya yang sangat terpencil. Candi ini berada pada ketinggian 1600 mdpl, tepatnya pada lereng Gunung Mujur yang masuk daerah Singosari. Untuk mencapai lokasi ini membutuhkan nyali besar karena akan melewati jalan setapak sejauh 4 km dan hanya bisa terjangkau dengan jalan kaki atau motor trail.
Perjalanan Menuju Lokasi
Jika Anda tertarik mengunjungi situs ini, Anda dapat memulai perjalanan dari Dusun Donogragal, Desa Donowarih, Karangploso, menuju candi yang masuk wilayah Kecamatan Singosari itu.
Melansir dari tim Jelajah 1000 Candi dari Radar Malang, Sekitar satu kilo pertama jalanan terasa masih nyaman. Baru setelah sekitar dua kilometer dari titik pemberangkatan, jalanan makin sulit, bergelombang, berdebu dan menanjak. Tidak hanya itu, semakin ke atas, jalan makin menanjak dan sempit. Kemudian kanan-kirinya banyak tumbuhan menjalar yang siap menampar wajah sewaktu-waktu.
Candi Telih
Dari ukuran, Candi Telih itu termasuk kecil. Tingginya sekitar dua meter dan lebar bangunan dasarnya sekitar 2,5 meter. Candi memiliki dua bagian, bagian utama adalah bangunan candi yang letaknya berada pada hamparan tanah yang posisinya lebih tinggi, sedangkan bagian kedua berupa tumpukan batu yang berada pada lahan bagian bawah yang berjarak sekitar empat meter. Candi bagian bawah itu memiliki tinggi sekitar 1,5 meter dan lebar 1,25 meter.
Menurut Juru Kunci Candi Telih, awal penemuan dari Candi ini terjadi pada tahun 60-an saat sedang ada Gestapu (G30S PKI). Pada awal penemuannya, kondisi candi sangat mengenaskan karena sebagian hancur karena cuaca sekitar ataupun terkena reruntuh pohon. Karena itu sang ayah kemudian menata hingga kondisinya lebih rapi seperti ini.
Menurut Dwi Cahyono, seorang Arkeolog Malang, menerangkan jika memang tidak banyak sumber yang menerangkan asal muasal Candi. Hal ini terjadi akibat tidak ada satupun prasasti yang ada, bisa jadi prasasti masih tertimbun dalam tanah. Namun, bentuk Candi ini sepintas seperti peninggalan Singhasari yang terpenaruh tradisi Megalitik.
Unsur megalitik terlihat dari susunan batu berundak dan adanya menhir pada pusat pendopo teras. Sayang, ketiadaan tahun membuat identifikasi semakin sulit. Selain itu, penataan Candi hanya ditumpuk saja dan tidak didasarkan pada konstruksi arkeologis.
Perkiraan Fungsi Candi
Sementara, Menurut Suryadi, budayawan asal Tumpang, keberadaan Candi Telih diperkirakan sudah sejak zaman Tumapel di masa pemerintahan Tunggul Ametung. Namun, ada juga yang menyebut candi itu peninggalan Ken Arok atau masa Kerajaan Singhasari (1222–1227 M). Termasuk ada yang menyebut Candi Telih dibangun pada akhir masa Singhasari yang berguna sebagai tempat pemujaan terhadap dewa gunung. Tradisi pemujaan itu tetap berlangsung hingga zaman Kerajaan Singhasari.
Jika melihat dari posisi Candi Telih yang menghadap ke Gunung Arjuno, keberadaan Candi ini dapat tergolong sebagai tempat pertapaan yang bisa menjadi tempat penyimpanan dan pemujaan arwah lelulur karena orientasi persemayaman arwah ada pada puncak Arjuno. Alasan ini karena dalam situs megalitik ada konsep Di Hyang, yaitu pemujaan terhadap arwah leluhur. Dalam hal ini puncak Arjuno lah yang menjadi gunung suci.