Pementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen-PANRB) kini mengeluarkan kebijakan baru soal penghapusan tenaga honorer yang dimulai pada tahun 2023. Namun dengan ini, pemerintah daerah di Malang perlu memutar otak untuk dapat mengikuti kebijakan tersebut. Sebab, di Malang sendiri memiliki tenaga honorer sebanyak ribuan yang masih dibutuhkan. Dan proses pengalihan status membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Dilansir dari Jawa Pos Radar Malang, di Kota misalnya memiliki tenaga honorer sebanyak 4.000, dengan jumlah yang tidak kecil tersebut tentu tidak mudah untuk menghapus seluruhnya dalam sekejap. Sehingga terdapat banyak pertimbangan yang perlu dilakukan agar tak sampai salah langkah. Hal pertama yang menjadi paling penting adalah soal kecukupan anggaran, dengan ini pemerintah daerah juga perlu mempersiapkan hal tersebut.
”Saat ini, untuk seribuan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), dalam setahun butuh Rp 84 miliar. Dan itu dibebankan ke APBD” beber Wali Kota Malang Sutiaji.
Pertimbangan yang kedua adalah untuk mengubah status tenaga honorer ke PPPK tentu membutuhkan proses seleksi kembali, sehingga Sutiaji mengharapkan perlu adanya kelonggaran sikap dari pemerintah pusat terhadap tiap pemda. Dan apalagi dari total 4.000 tenaga honorer tersebut, sebagian merupakan guru tidak tetap (GTT). Untuk jumlah GTT sendiri di Kota Malang hingga saat ini mencapai 2.000 orang. Sutiaji juga menilai dari GTT tersebut juga perlu untuk diseleksi menjadi PPPK.
Adanya penyeleksian tersebut nantinya pemkot akan lebih mudah dalam menata kebutuhan pegawai setiap tahunnya. ”Dengan cara itu, kami bakal mudah menata lagi kebutuhan anggaran belanja yang diminta pusat 30 persen untuk belanja pegawai dan 70 persen untuk belanja modal” terang Sutiaji kembali. Kedepannya juga aka nada kemungkinan terjadinya efisiensi tenaga honorer agar tidak terlalu membebani APBD Kota Malang. Sehingga, pemkot nantinya akan menggunakan dan memanfaatkan digitalisasi layanan kepada masyarakat.
Namun hingga saat ini, pemkot juga masih berharap kepada pemerintah agar tidak terlalu buru-buru mengambil kebijakan soal aturan penghapusan tenaga honorer. Sehingga nantinya jangan sampai ada punishment yang berupa dana alokasi khusus (DAK) yang tak dicairkan. Agar pemkot tak salah langkah, maka perlu mempersiapkan penyusunan Rencana Kerja Perangkat Daerah (RKPD) 2023 lebih awal.
Penghapusan tenaga honorer yang dimulai pada tahun depan, juga membuat pemkot merasa dilema. Sebab, di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) saat ini masih mempekerjakan 860 tenaga honorer. Jika nantinya langsung dihapus, pihaknya tentu akan kekurangan tenaga kerja, sehingga perlu mempersiapkan langkah alternative untuk menghindari hal tersebut. ”Jelas kurang, jumlah itu (860 tenaga honorer) kan dari petugas kebersihan” kata Kepala DLH Kota Malang Wahyu Setianto.