Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) ini merupakan pandemi bagi hewan ternak khususnya sapi. PMK merupakan penyakit menular yang terjadi pada hewan sapi, namun penyakit ini tidak menularkan ke manusia, dan hanya ditularkan ke sapi yang sehat atau yang memiliki daya tahan tubuh lemah. PMK ini banyak menyerang dan menyebabkan kematian pada anakan sapi, hal ini dikarenakan anak sapi masih belum memiliki fisik yang kuat sehingga mudah mati.
Di Kabupaten Malang sendiri sudah terjangkit PMK di sejumlah sapi-sapi milik RPH hingga milik peternak. Sehingga pasar hewan disini dilakukan penutupan untuk mengendalikan penularan yang semakin meluas. Sehingga dengan hal ini, distribusi sapi juga dilaukan pembatasan oleh pemerintah. Namun nyatanya banyak pedagang yang mengeluh soal ini, karena dengan kondisi pasar yang ditutup menyebabkan para pedagang tidak dapat berjualan sapi-sapi miliknya. Dan hal ini mengganggu pendapatan yang diperoleh hingga menyebabkan kerugian.
Dengan wabah PMK, selain berdampak pada peternak, ini juga menjatuhkan para penjual daging sapi. Masayarakat yang sudah mengetahui soal penyebaran wabah PMK banyak yang menduga jika daging yang diedarkan di pasaran dikhawatirkan merupakan hasil dari hewan atau sapi yang terpapar PMK. Selain itu, dengan kondisi sapi yang sudah terjangkit PMK ini juga terjual dengan harga yang jauh lebih murah, sehingga menyebabkan kerugian bagi pemilik hewan ternak tersebut. Kemudian daging yang dijual di pasar juga memiliki penurunan harga akibat PMK ini.
Selain harga murah yang diterima oleh peternak, tidak sedikit juga peternak yang mengalami kerugian cukup besar akibat sapi yang terjangkit PMK mati. Dinyatakan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan, jika sapi yang terpapar PMK maka dagingnya masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia, sehingga hewan ternak di RPH yang telah terjangkit langsung dilaukan pemotongan dan dagingnya tetap diedarkan di pasaran. Dengan catatan bagian mulut dan hidung juga kaki daerah kuku sapi tersebut harus dibuang. Sehingga hal ini tidak terlalu menjadi masalah besar bagi peternak sapi potong karena hanya masih memiliki pendapatan walaupun lebih rendah. Dibandingkan dengan peternak yang sapi dimiliki mati akibat PMK ini.
Kondisi wabah PMK yang sudah dilaukan pembatasan kegiatan distribusi ini nampaknya masih membuat keadaan semakin parah khususnya di Bumi Kanjuruhan. Hal ini dinyatakan bahwa telah terjadi penambahan jumlah sapi yang terjangkit PMK di Kabupaten Malang.
Dilansir dari Jawa Pos Radar Malang, kemarin (30/5) Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Kabupaten Malang mencatat sebanyak 1.696 ekor sapi yang kini telah terjangkit Penyakit Mulut dan Kuku (PMK). Pelaksana Tugas (Plt) Kadisnakeswan Kabupaten Malang Nurcahyo membenarkan terkait banyaknya sapi yang terpapar. “Update hari ini (kemarin), ada tambahan lagi. Sekarang ini data yang sudah terlaporkan ke kami, ada 1.696 ekor (terjangkit PMK, Red),” tutur Cahyo, kemarin.
Hal ini perlu perhatian khusus terkait wabah PMK ini, karena jika hal ini tetap tidak dilakukan pembatasan distribusi secara ketat, penyebaran juga akan terus merambah ke banyak sapi-sapi lainnya. akibatnya adalah semakin banyak lagi peternak yang merugi. Selain itu juga berdampak pada para pedagang daging sapi yang sudah mulai banyak kehilangan pelanggan akibat banyaknya sapi yang disembelih dalam keadaan terjangkit PMK, dan pelanggan menjadi enggan untuk membeli daging sapi.
Tidak hanya itu, umat muslim juga akan merayakan Hari Raya Idul Adha, sehingga tentu banyak masyarkat yang juga mencari hewan sapi sebagai kebutuhan Qurban. Hal ini tentu pembeli akan memilih sapi yang benar-benar sehat dan dalam kondisi baik. Sehingga nantinya dapat mempengaruhi sapi-sapi yang dalam keadaan terkena PMK menjadi tidak laku dipasaran. Sebenarnya PMK ini dapat disembuhkan, namun perlu ketlatenan bagi peternak atau pemilik sapi hingga kondisi dapat disembuhkan. Namun tidak sedikit peternak yang tetap menjual sapi dalam keadaan terjangkit walau dengan harga yang lebih murah, hal ini dikarenakan khawatir jika sapi tersebut nantinya akan mati.