Kawasan Malang Raya tak cuma punya wisata alam dan kulinernya saja, melainkan juga sejumlah tempat wisata religi. Terdapat makam ulama besar di Malang Raya yang bisa dikunjungi, khususnya oleh umat muslim yang ingin berziarah.
Populasi pemeluk agama Islam di Malang Raya bisa dibilang masih menjadi kelompok mayoritas, baik di Kota Malang, Kabupaten Malang, maupun Kota Batu. Hal itu tak lepas dari perjuangan sejumlah ulama pada zaman dahulu dalam menyebarkan ajaran tersebut lewat cara masing-masing.
Ada banyak ulama yang menyebarkan ajaran Islam secara sembunyi-sembunyi, tak sedikit pula yang melakukannya secara terang-terangan. Ajaran-ajaran yang bersumber dari kitab suci Al Quran itu kemudian dianut oleh masyarakat yang merasa tertarik dengan cara yang dilakukan para ulama tersebut.
Inilah 5 Makam Ulama Besar di Malang Raya, Tempat Ziarah Umat Muslim
1. Makam Mbah Batu
Mbah Mbatu atau Mbah Wastu punya hubungan erat dengan sejarah berdirinya Kota Batu. Ulama yang bernama asli Syekh Abdul Ghonaim disebut-sebut sebagai orang yang melakukan babat alas kawasan tersebut.
Bermula dari nama Wastu, dalam kesehariannya, masyarakat terbiasa memanggilnya Mbah Tu. Dari situlah, kemudian lama-lama panggilan Mbah Tu itu menjadi Mbatu, dan diyakini menjadi cikal bakal nama Kota Batu.
Sosok Mbah Wastu dikenal sebagai murid dari Pangeran Rojoyo, yang merupakan anak dari Sunan Kadilangu, cicit dari Sunan Kalijogo. Kehadirannya di sana dalam rangka melarikan diri dari kejaran pasukan
Belanda bersama sang istri, Dewi Condro Asmoro. Dia adalah putri Prabu Suito dan Dewi Anjasmoro dari Kerajaan Majapahit.
Perjalanan jauh membawa Mbah Wastu menetap di kaki Gunung Panderman. Sebuah padepokan didirikannya untuk mulai mengajarkan agama Islam kepada masyarakat setempat. Untuk mengelabuhi Belanda, nama samaran dipakainya, yakni Kiai Gubuk Angin.
Mbah Wastu terus menyebarkan ilmu agama Islam di sana hingga akhir hayatnya pada tahun 1847. Makamnya terletak di Jalan Masjid, Dusun Banaran, Desa Bumiaji, KecamatanBatu, Kota Batu. Di kompleks makam Mbah Wastu ini juga terdapat tiga makam lainnya, yakni makam Pangeran Rojoyo, makam Dewi Mutmainah dan makam Kyai Naim.
2. Makam Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih merupakan sosok ulama besar yang berasal dari Hadratulmaut. Tiba di Surabaya pada tahun 1919, Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih berniat untuk berdakwah menyebarkan ajaran Islam.
Setelah menjabat sebagai Direktur Madrasah Al-Khoiriyah di Surabaya, ulama ini mendirikan Madrasah Ar Robithoh pada tahun 1938. Lalu, pada tahun 1945 kembali mendirikan lembaga pesantren bernama Pesantren Darul Hadis Al Faqihiyah dan Ma’had Aly di Malang.
Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih meninggal pada 19 November 1962 dalam usia 62 tahun. Makamnya berada tepat di sebelah makam sang ayah di Pekamakaman umum Jalan Masjid, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Kedua makam tersebut berada dalam kompleks yang disebut Qubah Imamain.
3. Makam Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih
Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih merupakan putra dari Habib Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih. Mendapat pendidikan agama Islam dari sang ayah, sejak usia tujuh tahun dia sudah hafal Al Quran beserta dua kitab hadis shahih, Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.
Sejak ayahnya wafat, Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih yang melanjutkan perjuangan dalam berdakwah dan mengasuh Pondok Pesantren Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah li Ahlis Sunnah Wal-Jama’ah.
Habib Abdullah bin Abdul Qadir bin Ahmad Bilfaqih wafat pada 30 November 1991 dalam usia 56 tahun. Makamnya berada tepat di sebelah makam sang ayah di Pekamakaman umum Jalan Masjid, Kelurahan Kasin, Kecamatan Klojen, Kota Malang. Kedua makam tersebut berada dalam kompleks yang disebut Qubah Imamain.
4. Makam Mbah Jago Pati
Mbah Jago Pati dikenal sebagai salah satu sosok yang melakukan babat alas wilayah Tajinan, Kabupaten Malang. Nama aslinya Syekh Muhammad Mahmudi bin Yusuf, yang masih memiliki silsilah keturunan dari Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) yang berasal dari Banten.
Dari cerita warga setempat, Mbah Jago Pati ini merupakan bagian dari generasi pertama yang membuka lahan. Khusus Desa Jatisari, terdapat tiga nama, yakni Buyut Sareh, Buyut Marwi dan Buyut Timah. Mereka diketahui berasal dari Pati, Jawa Tengah yang diberi amanah untuk menyebarkan ajaran Islam di timur Pulau Jawa.
Dulunya, daerah Desa Jatisari masih merupakan wilayah hutan belantara yang dipenuhi pohon jati. Mereka menebangi pohon jati tersebut dan memanfaatkan sari pohonnya. Makanya, daerah tersebut kemudian dinamai Jatisari. Di desa yang berada di Kecamatan Tajinan, Kabupaten Malang inilah makam Mbah Jago Pati berada.
5. Makam Ki Ageng Gribig
Ki Ageng Gribig diceritakan masyarakat sebagai adik dari Syekh Maulana Ishaq atau Sunan Giri. Namun, berdasarkan sumber lainnya, Ki Ageng Gribig adalah seorang cicit dari Kerajaan Majapahit.
Memiliki nama asli Syekh Abdurrohman, Ki Ageng Gribig punya bapak bernama Pangeran Kedawung, yang merupakan salah satu panembahan Bromo. Ki Ageng Gribig diyakini sebagai orang pertama yang menyebarkan ajaran Islam di daerah Malang Raya.
Berdasarkan sejarahnya, Ki Ageng Gribig pernah menimba ilmu ajaran Islam di Kerajaan Mentraman Islam. Syekh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati dan Raden Said atau Sunan Kalijaga adalah gurunya. Bahkan, Ki Ageng Gribig disebut-sebut sebagai murid kesayangan Sunan Kalijaga.
Makam Ki Ageng Gribig terletak di di Kelurahan Madyopuro, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang. Namanya juga diabadikan sebagai salah satu nama jalan di kawasan Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang.