Rumah Sakit Tentara dokter Soepraoen Malang, rumah sakit yang menjadi saksi sejarah perkembangan Kota Malang pada zaman pendudukan Belanda hingga era kemerdekaan. Salah satu rumah sakit tingkat II di Malang ini berada di bawah kendali Kesdam V/Brawijaya.
Rumah Sakit Tentara dokter Soepraoen Malang juda biasa disebut RST atau disingkat Rumah Sakit Soepraoen saja. Kini, RS yang berada di Jalan Sudanco Supriadi Nomor 22, Kecamatan Sukun, Malang ini tak hanya melayani tentara, tapi juga untuk umum.
Dahulu, rumah sakit tentara ini merupakan Rumah Sakit Kristen milik Zending, sebuah lembaga penyebaran agama Kristen Protestan. Saat pembukaan perdananya, rumah sakit ini melayani masyarakat umum alias untuk seluruh warga Malang. Sementara itu, rumah sakit khusus tentara berada pada Rumah Sakit Celaket (sekarang Rumah Sakit Umum Daerah dokter Saiful Anwar).
Kemudian, di masa penjajahan Belanda, Rumah Sakit Kristen milik Zending itu diambil alih menjadi Rumah Sakit Tentara Belanda. Hal ini dilatarbelakangi oleh Rumah Sakit Celaket yang masih dikuasai para pejuang dan digunakan sebagai rumah sakit tentara Indonesia.
RS Khusus TNI
Setelah lima tahun kemerdekaan RI, Belanda menyerahkan kekuasaannya kepada pemerintah Indonesia, termasuk kuasa atas RST ini. Status kepemilikannya pun dikembalikan kepada Zending sebagai pemilik awal. Selaku pimpinan Hankam, Jenderal Gatot Soebroto meninjau RST ini di tahun 1960 dan mengusulkan untuk menggunakannya sebagai Rumah Sakit khusus TNI.
Departemen Kesehatan, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Zending pun mengadakan musyawarah. Sebagai ganti RS Kristen ini, Zending diusulkan untuk diberi ganti rugi yang layak agar dapat mendirikan bangunan rumah sakit baru di tempat lain. Perundingan ini berakhir dengan kesepakatan sebagai berikut:
- TNI bisa tetap menggunakan bangunan RS Kristen di Sukun milik Zending sebagai Rumah Sakit Tentara.
- RST Celaket milik TNI dijadikan Rumah Sakit Umum Daerah, dan TNI pun mendapatkan ganti rugi dari pemerintah.
- Zending mendapatkan ganti rugi atas bangunan RS Kristen yang ada di Sukun.
Serah terima tukar-menukar antara RSUD dengan RST dilaksanakan saat Rumah Sakit Tentara dipimpin oleh Kolonel dr. Soeparno. Serah terima dilakukan oleh Gubernur Jawa Timut kala itu, Wahono dengan Pangdam V/Brawijaya, Mayjen Syaiful Sulun pada tahun 1984.
Di era kepemimpinan Brigjen dr. Sambiyono selaku Kepala Rumah Sakit Tentara, nama rumah sakit ini diganti. Namanya yang semula Rumah Sakit Teritorium menjadi Rumah Sakit Tentara Dam VIII/Brawijaya.
Pada tahun 1961, nama Rumah Sakit Tentara Dam VIII/Brawijaya kembali diganti menjadi Rumah Sakit Soepraoen Dam VIII/Brawijaya. Pergantian ini dilakukan pada masa Kepala Rumah Sakit Tentara dijabat oleh Brigjen dr. Piet Mamahit, sesuai dengan usulan Kakesdam VIII/Brawijaya (Brigjen dr. Moehardono) kepada Pangdam VIII/Brawijaya Nomor: K/270/Ap.20/1969 tanggal 20 September 1969.
Rumah Sakit Soepraoen
Nama Soepraoen ini diambil untuk mengabadikan nama Almarhum Mayor dr. Soepraoen, seorang Perwira Kesehatan yang gugur sebagai korban pertama Kesad dalam perang kemerdekaan di daerah Jawa Timur. Perubahan nama tak cukup sampai di situ, di masa kepemimpinan Kolonel Ckm dr. Poernomo Kasidi (tahun 1982-1984), nama Rumah Sakit Soepraoen Dam VIII/Brawijaya diubah lagi menjadi Rumah Sakit Tingkat II dr. Soepraoen.
Lokasi rumah sakit yang berdiri di atas lahan seluas 7,35 Ha itu cukup strategis, meski jauh dari pusat kota. Angkutan Kota (angkot) yang melintas di depan gerbang rumah sakit ini adalah GA jurusan terminal Gadang (sekarang Hamid Rusdi) ke terminal Arjosari. Banyak perubahan yang telah terjadi pada RST dr Soepraoen, hingga pada akhirnya menjadi seperti sekarang ini.
Baca juga: Begini Nama Jalan di Malang Pada Masa Belanda
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.