nendungan Karangkates atau juga terkenal dengan nama Bendungan Sutami merupakan bendungan buatan yang airnya berasal dari aliran Sungai Brantas dan aliran dari Gunung Arjuno. Konon, Bendungan yang terletak pada Desa Karangkates, Kecamatan Sumberpucung, Kabupaten Malang ini pernah memerah.
Bukan karena tumbuhnya Alga yang sanggup merubah warna air menjadi merah, Bendungan Karangkates ini berubah warna airnya karena darah. Cerita mengerikan ini bersumber dari Nurdiyansah Dalidjo dalam laman Medium.com tahun 2016 lalu. Dalam kisahnya, Nurdiyansyah memulai petualangannya ke Malang bersama rekannya, Roni, dalam rangka mencari jejak pembantaian PKI (Partai Komunis Indonesia) tahun 1965 pada wilayah Malang selatan.
Pembantaian PKI (Partai Komunis Indonesia)
Nurdiyansyah menuturkan, memang terjadi pembantaian PKI pada periode awal pembangunan Bendungan Karangkates pada tahun 1977. Peresmiannya langsung oleh presiden RI kala itu, HM Soeharto. Meski kini telah terbuka untuk umum sebagai lokasi wisata dengan kolam renang dan taman bermain, aura mistis masih tetap terasa.
Dari rekannya bernama Roni itu, Nurdiyansah mendapatkan cerita keangkeran Bendungan Karangkates. Konon, pada bendungan yang pembangunannya mulai 1964 hingga 1973 oleh Ir. Sutami ini kerap muncul berbagai macam penampakan makhluk tak kasat mata. Yang terkenal adalah penampakan wanita berbaju putih menyerupai sosok kuntilanak. Tanda-tanda kemunculan mereka terasa ketika bau anyir darah atau bau daging busuk yang terbakar. Ia menekankan, aroma ini mulai masuk ke rongga hidung saat duduk-duduk sekitar bendungan.
Singkat cerita, kisah tragedi pembantaian orang-orang yang tertuduh sebagai pengikut PKI itu bersumber dari Yu Lik (bukan nama sebenarnya), yang masih kerabat Roni, yang usianya sekitar 60 tahunan. Kepada Nurdiyansah dan Roni, Yu Lik bercerita tentang peristiwa yang terjadi pada desanya (nama rahasia) pada hari-hari tahun 1965-1966, setelah meletusnya pemberontakan G30S PKI.
Tragedi itu terjadi ketika Yu Lik beranjak remaja. Saat itu kondisi desanya sangat mencekam. Isu penangkapan simpatisan PKI kian merebak. Selain anggota PKI, kelompok-kelompok yang terduga memiliki kaitan dengan gerakan tersebut, termasuk Gerwani (Gerakan Wanita Indonesia).
Menurut Yu Lik, konflik dalam desanya berawal dengan kematian seorang Haji pemuka desa yang tidak namanya masih rahasia. Yu Lik menjelaskan bahwa sosok Haji itu sebagai pelindung orang-orang yang menjadi target karena menjadi terduga anggota PKI. Orang ini tak segan menasehati kelompok pemburu anggota PKI yang tiba-tiba datang ke desanya. Ia bilang, kalau sesama manusia jangan saling membunuh. Pasca meninggalnya sang Haji, banyak orang terduga anggota PKI yang tertangkap. Kalau tidak kembali berarti mati.
Teror Pembunuhan
Yu Lik mengisahkan, sepeninggal sang Haji, ada segerombolan pemuda berkostum serba putih menyergap desanya. Mereka menggedor pintu rumah-rumah warga desa pada malam hari dan menculik satu-persatu warga. Orang-orang yang ditangkap dikumpulkan di tanah lapang luas tak jauh dari desa tersebut. Mereka dibariskan di sana, lalu konon disembelih lehernya di mulut sebuah sumur. Masih menurut Yu Lik, ada orang yang telinganya dipotong, ditusuk seperti sate, lalu dipertontonkan kepada warga desa sebagai teror.
Sementara itu, mereka yang diculik, konon tubuhnya disiksa, dan dibunuh. Kemudian mayat-mayatnya sebagian tidak terkubur dengan layak, kemudian sisanya terbuang ke jurang dan Sungai Brantas yang aliran airnya menuju ke Bendungan Karangkates. Saat itu, setiap hari warga desa menemukan banyak mayat sepanjang aliran sungai. Menurut Yu Lik, mayat-mayat itu bahkan membuat warna air sungai terbesar kedua Jawa Timur itu menjadi merah keruh karena darah.
Baca juga kisah PKI dari Malang: Karir Kelautan Laksamana Sudomo, Si Raja Tega dari Malang