Seperti halnya rencana pengembangan kota yang tertuang dalam Bouwplan I pada awal ‘kemerdekaan’ Malang sebagai Kotapraja pada 1 April 1914, memasuki tahun 1924 sepertinya kebutuhan perumahan bagi warga Eropa di kota tersebut semakin meningkat. Hal ini yang memicu digagasnya rencana pengembangan Kota Malang tahap V (Bouwplan V) sejak tahun tersebut.
Rencana pengembangan perluasan lahan untuk hunian di Kota Malang ini dimulai pada tahun 1924-1925. Penyebabnya, antara tahun 1920-1930 penduduk dari kalangan bangsa Eropa di Malang meningkat drastis mencapai lebih dari dua kali lipat. Pada tahun 1920 terdapat 3.504 warga Eropa, dan pada tahun 1930 meningkat menjadi 7.463 jiwa. Hal ini memaksa Pemkot menyediakan perumahan lebih banyak bagi mereka. Maka, perluasan kota menjadi salah satu solusi yang dirasa paling tepat saat itu. Perluasan wilayah yang diprioritaskan bagi perumahan bangsa Eropa itu ditempatkan di sebelah barat Kota Malang.
Perluasan ke arah barat ini bukannya tanpa alasan, karena Pemkot sudah memikirkan beberapa pertimbangan. Pertama, keadaan geografis tanahnya dinilai relatif lebih tinggi, sehingga lebih disukai untuk pembangunan perumahan. Selain itu, pengembangan kota ke arah yang lain memang sudah tertutup. Pengembangan mengarah ke timur, tentu saja terhalang rel kereta api dan keberadaan tangsi-tangsi militer di sana. Pengembangan ke arah selatan atau tenggara tak hanya terhalang Kuburan China (Kutobedah), tapi juga oleh lembah Brantas yang sangat curam dan emplasemen MSM (Malang Stroomtram Maatschappij). Sementara pengembangan ke arah utara, antara jalur rel kereta api dan kampung hanya menyisakan sebuah jalan besar. Dengan demikian, mau tidak mau pengembangan ke arah barat melalui jalan utama kota yaitu Jalan Kajoetangan, dinilai paling menguntungkan.
Alasan lain yang melatarbelakangi Bouwplan V ini adalah sudah penuh sesaknya perumahan bagi golongan Eropa di kawasan Tjelaket hasil dari Bouwplan I. Hal itu menimbulkan lagi gejala lama di mana ada ketakutan pemerintah akan tumbuhnya pembangunan di sepanjang jalan Tjelaket dan Lowokwaroe ke utara. Seperti diketahui, kala itu pembangunan di jalur arus jalan utara-selatan (dari Alun-alun, Kajoetangan, Tjelaket, dan Lowokwaroe) sangat-sangat dihindari oleh Pemkot lantaran adanya kekhawatiran lama akan bentuk kota yang menjadi memanjang seperti pita menjauhi pusat kota. Tak heran jika Bouwplan V menjadi satu-satunya solusi terbaik.
Bouwplan V dimulai dengan merencanakan adanya jalur jalan utama yang kuat dari arah barat ke timur dan sebaliknya. Jalur ini direncanakan menghubungkan hasil perluasan Bouwplan II (pusat Kota dengan Alun-alun Bunder-nya) dengan Bouwplan V yang akan dibangun. Jalan tersebut membentang mulai dari depan Stasiun Kotabaru, lalu ke arah Daendels Boulevard (sekarang Jalan Kertanegara), ke barat memotong Jalan Kajoetangan, lalu terus hingga Jalan Semeru, dan berakhir sampai Smeroe Park (Taman Semeru) yang terletak di perpotongan Jalan Semeru dengan Jalan Idjen. Terlebih, di taman tersebut terdapat sebuah pemandangan menakjubkan dari penampakan Gunung Kawi sebagai suatu focalpoint yang keren kala itu. Daerah Bouwplan V itu dihubungkan dengan pusat kota di Alun-alun lama, melalui daerah Taloen (sekarang Jalan Kawi).
Hasil pengembangan Bouwplan V ini selain berfungsi mencegah bentuk kota yang memanjang ke arah utara-selatan, juga sekaligus membuat hubungan yang bagus antara jalan-jalan di pusat Kota Malang. Luas tanah yang disiapkan Pemkot kala itu juga tak tanggung-tanggung, mencapai seluas 16.768 meter persegi.
Selain bangunan kembar di perempatan Rajabaly Kayutangan yang dikenal sebagai pintu gerbang menuju Jalan Idjen, Bouwplan V ini memiliki ikon lain yang tak bisa dipandang sebelah mata. Ikon terkenal itu adalah pembangunan kompleks olahraga di sekitar Jalan Semeru, yang besar sekali menurut ukuran jaman itu. Kompleks olahraga tersebut terdiri dari Stadion Gajayana, lapangan hoki, dua buah lapangan sepakbola kecil, dan sembilan lapangan tenis dengan sebuah club house dan kolam renang (Sweembath).
Jalan Idjen menjadi jalan utama dalam kompleks perluasan Bouwplan V ini. Jalan tersebut membujur ke arah utara-selatan. Jalan ini juga dikenal sebagai salah satu ikon indah Kota Malang, karena memiliki perpotongan dengan jalan yang membujur ke arah timur-barat yang ditandai dengan taman-taman yang indah. Misalnya, ada Smeroe Plein (pertemuan antara Jalan Semeru dengan Jalan Idjen), Idjen Plein di ujung selatan Jalan Idjen. Jalan Idjen ini sendiri memiliki ikon-ikon aneka bunga dan pohon palem yang bediri di sepanjang tepian jalan di mana terdapat pedesterian dan baru-baru ini ditambah dengan kursi untuk bersantai. Tak heran jika Jalan Idjen yang merupakan hasil dari Bouwplan V ini sangat pantas dijuluki sebagai salah satu jalan yang paling indah di antara kota-kota di Hindia Belanda kala itu.
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.