Yadnya Kasada alias upacara oleh masyarakat Tengger di Gunung Bromo adalah upacara seserahan hasil bumi kepada Sang Hyang Widhi. Kegiatan ini dilakukan setiap tahun, di hari ke-14 bulan Kasada dalam kalender Jawa. Tradisi ini bertujuan untuk menghormati Sang Hyang Widhi dan para leluhur. Begini asal-usulnya.
Pada zaman dahulu,hiduplah gadis cantik bernama Roro Anteng, seorang putri bangsawan anak dari Raja Majapahit dan permaisurinya. Raja ini dikisakan hijrah ke Gunung Brahma alias Gunung Bromo karena dikalahkan oleh putranya sendiri.
Nama Roro Anteng memiliki arti tersendiri. Anteng yang dalam bahasa Jawa berarti tenang atau pendiam. Putri raja ini dinamai demikian karena saat dilahirkan, ia anteng alias tidak menangis seperti bayi pada umumnya. Sementara itu, ekat dengan tempat tinggalnya, ada seorang brahmana yang memiliki putra bernama Joko Seger. Berkebalikan dengan Roro Anteng, Joko Seger terlahir dengan suara tangisannya yang sangat keras. Jika diartikan dalam bahasa Jawa, Seger berarti segar, subur, atau makmur.
Tengger: Roro Anteng dan Joko Seger
Roro Anteng tumbuh menjadi gadis cantik, pun dengan Joko Seger yang tumbuh menjadi pemuda tampan. Banyak pemuda yang ingin meminang Roro Anteng, namun mereka semua ditolak olehnya. Roro Anteng jatuh cinta pada Joko Seger, dan keduanya kemudian menikah. Mereka hidup berdua dan membangun pemukiman baru di wilayah Gunung Bromo. Desa ini dinamakan Tengger, sebagaimana gabungan nama keduanya, Roro An(teng) dan Joko Se(ger).
Setelah menikah selama bertahun-tahun, mereka belum juga dikaruniai anak. Karena keinginannya yang sangat kuat tersebut, Joko Seger kemudian memutuskan untuk bertapa di Watu Kuta, dengan tujuan memohon diberikan keturunan pada Sang Hyang Widhi. Tekadnya sudah bulat, Joko Seger bahkan besumpah pada Dewa jika ia diberikan 25 anak, maka salah satunya akan dipersembahkan di kawah Gunung Bromo. Seketika itu juga muncullah jilatan api dari kawah, dan Roro Anteng pun mengandung.
Roro Anteng kemudian melahirkan sepasang bayi lelaki kembar. Begitu pula di tahun-tahun berikutnya, ia melahirkan bayi-bayi kembar. Bertahun-tahun berlalu, keduanya kini telah memiliki 25 orang anak. Namun seperti terlena akan kebahagiaan yang diimpikan selama ini, Joko Seger lupa janjinya kepada sang Dewa bahwa ia akan mempersembahkan salah satu anaknya.
Yadnya Kasada, Persembahan ke Kawah Gunung Bromo
Suatu malam, Joko Seger ditegur oleh Dewa melalui mimpi. Dewa mengingatkan akan janjinya dahulu jika telah memiliki 25 anak, maka ia akan mempersembahkan salah satunya ke kawah Gunung Bromo. Joko Seger kemudian bercerita pada Roro Anteng. Ia bimbang. Joko Seger ingin menepati janji, tapi ia sangat menyayangi semua anak-anaknya.
Setelah bercerita pada istrinya, Joko Seger kemudian menyampaikan hal ini pada ke-25 anaknya. Semuanya terkejut endengar pernyataan ayahandanya yang ingin menumbalkan anaknya. Sontak saja mereka menolak, kecuali Jaya Kusuma, si bungsu yang rela menjai persembahan pada Dewa.
Tepat di tanggal 14 bulan Kasada, Jaya Kusuma akhirnya menceburkan diri ke kawah Gunung Bromo untuk memenuhi janji ayahnya, Joko Seger. Sebelum melakukan hal ini, ia berpesan pada penduduk untuk mempersembahkan hasil ladang mereka di tanggal yang sama setiap tahun.
Hal inilah yang menjadi alasan masyarakat Tengger mempersembahkan hasil bumi ke kawah Gunung Bromo setiap tangga 14 bulan Kasada. Tradisi untuk menghormati arwah leluhurnya tersebut, maka tradisi ini disebut Yadnya Kasada.
Baca Juga: Bromo Transit Park, Wisata Tumpang Rasa Ubud Bali
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.