Tradisi Jawa untuk menyambut kelahiran bayi ada beberapa rangkaiannya. Setidaknya, ada enam momen yang harus dilalui mereka yang masih memegang erat budaya warisan nenek moyang tersebut.
Serangkaian tradisi Jawa itu dilakukan sejak si jabang bayi terlahir ke dunia. Rangkaian terakhir dilakukan sebulan setelah dia ada di muka bumi.
Tujuan digelarnya ritual-ritual tersebut tentunya sebagai ajang berdoa bersama untuk kesehatan dan keselamatan si bayi beserta keluarganya. Selain itu, upacara selamatan yang digelar juga sebagai simbol rasa syukur atas kelahiran anggota keluarga baru di rumah.
Inilah Rangkaian 6 Tradisi Jawa untuk Menyambut Kelahiran Bayi
1. Tradisi Mengubur Ari-ari
Tradisi mengubur ari-ari ini bisa dibilang sebagai upacara pertama yang dilakukan orang tua yang anaknya baru lahir. Umumnya, tradisi ini dilakukan oleh sang bapak dari bayi yang memiliki ari-ari yang dikubur tersebut.
Ari-ari merupakan sebutan lain untuk plasenta, atau dalam Bahasa Jawa dikenal pula dengan sebutan among/dulur. Biasanya, ari-ari keluar setelah bayi keluar dari rahim sang ibu, lalu harus dikuburkan.
Bagi orang Jawa, ari-ari ini dianggap sebagai batur/teman bayi sejak di dalam kandungan. Memang, sejak bayi keluar dari rahim, tugas ari-ari berakhir, tetapi organ ini harus dirawat dengan cara ditanam agar tidak membusuk atau dimakan binatang.
Yang pertama dilakukan, ari-ari ditempatkan dalam sebuah gendok (semacam kendi), dengan alas daun talas. Alas ini mempunyai simbol agar sang anak kelak tumbuh tidak hanya memikirkan hal duniawi saja.
Mendhem gendok berisi ari-ari ini dilakukan di lubang yang dibuat di dekat pintu utama rumah yang ditinggali. Untuk anak laki-laki di sebelah kanan pintu, sedangkan anak perempuan di sebelah kirinya.
Tanah paling atas tempat mengubur ari-ari itu diberi kembang layaknya tradisi nyekar, lalu ditutupi daun pisang. Biasanya, di sekelilingnya diberi pagar bambu, atau sekarang orang-orang kerap menggunakan tempat sampah plastik sebagai pelindung di atasnya.
Jangan lupa beri penerangan berupa lampu secukupnya yang harus dinyalakan ketika hari mulai gelap. Kalau zaman dahulu biasanya yang digunakan adalah lampu minyak/oblek. Penerangan ini digunakan selama 35 hari sampai prosesi selapan digelar.
2. Tradisi Brokohan
Kata brokohan sendiri berasal dari kata barokah-an, yang memiliki arti memohon berkah dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tentu saja, hal itu ditujukan atas kelahiran buah hati tercinta.
Tradisi brokohan biasanya dilaksanakan sehari setelah si bayi lahir. Umumnya, tradisi ini dilakukan di rumah oleh keluarga bayi tersebut.
Keluarga si bayi menyediakan aneka masakan sesuai kemampuan. Para tetangga dan kerabat sekitar rumah diundang, umumnya khusus untuk kaum ibu-ibu saja yang hadir.
Mereka berkumpul untuk turut bersuka cita atas kelahiran si bayi yang berlangsung lancar. Tentu saja, tujuan utamanya dari kumpul-kumpul ini untuk memanjatkan doa bersama-sama.
Di sejumlah tempat, biasanya mereka yang diundang brokohan ini membawa suatu buang tangan. Pemberian untuk keluarga bayi itu bisa berupa perlengkapan bayi atau bahan makanan untuk keluarga yang melahirkan bayi.
3. Tradisi Sepasaran
Tradisi sepasaran ini digelar selepas lima hari sejak si jabang bayi dilahirkan. Misal, si bayi lahir pada pasaran kliwon, maka sepasaran-nya dilakukan pada pasaran kliwon selanjutnya.
Dalam tradisi sepasaran ini biasanya pihak keluarga bayi yang baru lahir mengundang para tetangga sekitar, umumnya kaum bapak-bapak. Keluarga besar pun biasanya turut hadir mengikuti.
Mereka berkumpul untuk ikut mendoakan atas kelahiran sang bayi ke dunia. Inti sepasaran ini adalah upacara selamatan sekaligus momen mengumumkan nama bayi kepada para tetangga yang hadir.
Sepasaran ini biasanya digelar secara sederhana dengan digelar kenduri/hajatan. Namun, bagi sebagian keluarga yang mampu kadang digelar secara besar-besaran layaknya punya hajat menikahkan anak (mantu).
4. Tradisi Puputan
Tradisi puputan biasa digelar untuk bayi yang baru cuplak tali pusarnya. Bayi yang baru lahir umumnya masih menyisakan tali pusar dengan panjang yang berbeda-beda. Panjang sisa tali plasenta itu tergantung seberapa si bidan yang memotongnya dari rahim sang ibu.
Sisa potongan itu menempel di pusar si bayi sampai waktu yang tak bisa diprediksi kapan lepasnya. Tali pusar itu akan lepas dengan sendirinya. Umumnya, lepas dalam waktu antara lima sampai 10 hari.
Saat lepas itulah si jabang bayi akan hilang rasa sakit yang ditahannya dari sisa potongan tali pusar tersebut. Sebagai bentuk syukur, makanya keluarga si bayi biasanya menggelar puputan ini.
Dalam tradisi puputan ini keluarga si bayi mengundang para tetangga untuk kenduri/hajatan sederhana. Ada pula di sejumlah daerah yang tak perlu mengundang orang, melainkan langsung membagikan berkatnya ke rumah-rumah tetangga sekitar.
Mereka berkumpul di rumah keluarga si bayi bakal memanjatkan doa bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa ini ditujukan agar si anak yang telah cuplak/puput pusarnya selalu diberkahi, diberi keselamatan dan kesehatan.
Berkat/makanan untuk kenduri atau yang langsung dibagikan kepada tetangga sekitar itu umumnya berupa jenang merah. Jenang tersebut merupakan bentuk rasa syukur sekaligus harapan besar untuk si bayi agar membawa keberkahan.
5. Tradisi Aqiqah
Tradisi aqiqah merupakan salah satu tradisi Jawa yang masuk dalam rangkaian upacara adat menyambut bayi baru lahir. Sejatinya, aqiqah merupakan pengaruh dari ajaran Agama Islam yang merupakan sunnah Nabi Muhammad SAW. Orang Jawa yang beragama Islam melaksanakannya untuk meneladani sang nabi.
Aqiqah kerap dilaksanakan bersamaan dengan tradisi selapanan. Tradisi selapanan sendiri biasanya dilakukan 35 hari setelah bayi terlahir. Ada pula yang melakukan kedua tradisi itu secara terpisah.
Dalam tradisi aqiqah ini, orang tua si jabang bayi melakukan kurban dengan menyembelih hewan peliharaan. Umumnya, yang disembelih berupa kambing/domba.
Jumlah hewan yang disembelih sebagai kurban untuk bayi laki-laki dan bayi perempuan berbeda-beda. Khusus untuk bayi laki-laki berjumlah dua ekor, sedangkan bayi perempuan satu ekor saja.
Setelah disembelih, kambing itu dimasak, lalu dibagi-bagikan kepada para tetangga dan kerabat. Untuk saat ini, keluarga bayi lebih dimudahkan dengan adanya katering yang khusus melayani aqiqah sehingga lebih praktis, di mana paket olahan daging kambing tinggal dibagikan saja.
6. Tradisi Selapanan
Tradisi selapanan dilakukan dalam rangkaian menyambut bayi yang baru lahir. Untuk menghitung kapan digelarnya upacara selapanan ini ada caranya tersendiri. Umumnya, tradisi ini digelar 35 hari selepas si jabang bayi terlahir ke muka bumi.
Misalnya saja, dia lahir pada 1 Agustus, kapan selapanan untuk si bayi? Kamu tinggal menambahkan 35 hari setelah 1 Agustus, yakni jatuh pada 4 September.
Tradisi selapanan ini dilangsungkan dengan rangkaian acara bancakan weton atau kenduri. Rangkaian acara itu digelar dalam satu hari yang sama.
Biasanya, dalam momen selapanan ini, rambut si bayi dicukur. Ada yang mencukurnya sampai gundul, ada pula yang cuma mencukur sebagian ujung rambutnya saja.
Selain rambut, ada pula pemotongan kuku si bayi. Mulai dari kuku tangan hingga kuku kaki dipotong untuk pertama kalinya.
Tujuan dari pemotongan kuku dan rambut hingga gundul maupun sebagian itu adalah demi menjaga kesehatan si bayi. Pemotongan itu dimaksudkan agar kulit kepala dan jari bayi tetap bersih.
Sementara, bancakan selapanan bertujuan sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran si jabang bayi. Momen itu sekaligus menjadi ajang berdoa bersama agar ke depannya si bayi selalu diberi kesehatan, cepat besar, dan doa-doa kebaikan lainnya.
Tradisi Jawa tak bisa lepas dari keberadaan Kalender Jawa. BACA: Inilah kalender Jawa lengkap untuk tahun 2022.