Ada tradisi padusan di Malang setiap sebelum bulan suci Ramadhan tiba. Tradisi ini dilakukan untuk menyambut datangnya bulan puasa.
Kata padusan berasal dari kata ‘adus’ yang dalam Bahasa Indonesia berarti mandi. Tradisi ini dimaksudkan untuk mensucikan jasmani untuk menandai diri dalam keadaan bersih sebelum berpuasa selama sebulan.
Tradisi ini biasa dilakukan masyarakat yang di daerahnya terdapat sumber-sumber mata air. Bagi para leluhur tanah Jawa, sumber mata air ini sering dianggap sebagai tempat suci. Karenanya, air sumber itu biasa digunakan untuk mensucikan diri.
Selain bisa dilakukan secara bersama-sama di sumber mata air, tradisi ini juga bisa dilakukan di rumah masing-masing. Kamu disarankan untuk mandi besar dengan keramas sehari sebelum menjalankan ibadah puasa Ramdhan.
Tradisi Padusan di Malang Masih Bisa Dilihat di Sumber Mbah Raden
Sumber Mbah Raden merupakan salah satu tempat yang dianggap suci untuk melakukan tradisi padusan. Tradisi itu dilakukan oleh warga RT. 10/RW. 06 Kelurahan Sukun, Kota Malang.
Sumber Mbah Raden ini terletak di antara padatnya rumah warga di pinggiran Sungai Bonagung, anak Sungai Metro. Untuk mencapainya, dari Jalan S Supriyadi, kamu silakan masuk ke Gang VIII. Jika bertanya pada penduduk sekitar gang tersebut, dijamin banyak yang sudah tahu lokasinya, karena sumber tersebut cukup terkenal di kalangan warga.
Sumber tersebut berupa kolam selebar 76 m2 yang berfungsi sebagai bak besar yang menampung air sumber yang terus memancar melalui pipa paralon besar di tepi sungai Bonagung. Sumber ini berada di sekeliling rerimbunan pohon bambu, meski saat ini jumlahnya tak sebanyak dahulu, lantaran tergusur rumah dan bangunan beton disekelilingnya. Tepat di atas sumber tersebut terdapat makam Mbah Raden, yang disebut-sebut sebagai tokoh besar yang ikut membuka lahan alias babat alas daerah Sukun. Konon Mbah Raden ini adalah seorang prajurit Pangeran Diponegoro.
Menurut pengakuan Sugeng, Ketua RT 10, Sumber Mbah Raden sejak dahulu ramai oleh warga setiap sehari sebelum Ramadhan. Kejernihan air sumber tersebut hingga kini masih terjaga. Tak heran jika air sumber yang mengalir di sepanjang jajaran rumah warga digunakan untuk melakukan ritual keramas bersama sebelum menjalani puasa. Padatnya rumah penduduk dan rimbunnya pohon bambu tak mengurangi antusiasme warga setempat untuk melakoni tradisi turun-temurun ini. Bahkan, hingga dini hari jelang makan sahur hari pertama puasa pun masih ada yang mandi dan keramas.
Kondisi Terkini Sumber Mbah Raden
Sayangnya, karena populasi warga yang semakin penuh, air yang memancar dari sumber juga tidak sebanding dengan orang yang memakai. Sekitar 10 tahun terakhir, debit air di sumber ini terus menurun. Akhirnya, atas inisiatif warga, air sumber itu dialirkan ke bilik atau kamar mandi yang berjarak sekitar 10 meter dari Sumber Mbah Raden, menggunakan pipa paralon.
Dua bilik kamar mandi itu dibagi satu untuk pria dan satu lagi untuk wanita. Masing-masing berisi bak mandi dengan bentuk memanjang, sehingga bisa digunakan beramai-ramai.
“Tidak tega rasanya mau mengotori dan nyemplung ke sumber yang akan diminum banyak warga. Di sungai rasanya juga malu karena jalan juga sudah ramai dan penuh rumah. Tapi walau keramasnya di bilik, toh airnya dari sumber,” kata Sugeng.
Biasanya, warga sekitar, termasuk warga dari daerah lain, sore atau dini hari ramai-ramai keramas bersama. Waktu tersebut menurut Sugeng dianggap waktu yang paling afdol untuk ngalap berkah sebelum berpuasa di bulan Ramadan.
Menurut Umi Kulsum, penjual rujak di dekat sumber Mbah Radeh, dulu orang sangat bangga jika bisa keramas di sumber sehari sebelum Ramadan. Karena hal itulah, sumber ini dipastikan penuh sesak oleh masyarakat. Tapi sekarang sudah tidak bisa lagi, mengingat sumber airnya mengecil. Belum lagi, air dari sumber itu juga dialirkan ke sumur bor yang digunakan untuk keperluan rumah warga setempat. Akhirnya sekarang terpaksa mandi di bilik kamar mandi.
“Tapi tetap pakai air dari sumber Mbah Raden. Yang penting badan harus bersih dulu berikutnya hati yang bersih. Nah, untuk membersihkan badan itulah, orang suka pakai air dari sumber Mbah Raden. Sekaligus ngalap berkah ke beliau,” pungkas Umi Kulsum.
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.