Sama seperti daerah-daerah lainnya, Desa Talok di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang juga punya asal usul penamaan desa tersebut. Setidaknya ada dua versi cerita yang berkembang dan diyakini oleh penduduk desa setempat.
Yang pertama ketika zaman pendudukan Hindia-Belanda, disebutkan Desa Talok masih merupakan hutan rimba yang penuh dengan pohon-pohon dan batu-batu besar. Hutan ini terkenal angker, sehingga tak ada orang yang menempatinya sebagai pemukiman. Sampai akhirnya, datanglah para prajurit pelarian dari daerah Mataram, Demak, dan lain-lain yang menyelamatkan diri ke Jawa Timur melalui jalur selatan. Para pendatang ini akhirnya tersebar di sepanjang wilayah selatan Jawa Timur, termasuk di Malang Selatan (Kabupaten Malang).
Wilayah Desa Talok, yang kala itu masih berwujud hutam belantara juga menjadi pilihan bagi sebagian dari para pelarian itu sebagai tempat bermukim. Mereka ingin mendirikan pemukiman/desa di wilayah tersebut. Sebagai konsekuensi, mereka harus melakukan babat alas, alias penebangan hutan, agar bisa dijadikan tempat tinggal. Keputusan ini diambil setelah mereka menggelar rapat musyawarah demi memperoleh kehidupan yang makmur, tentram, dan dapat berkembang di wilayah baru.
Akhirnya, setelah mencapai kata mufakat, para pendatang ini memulai membuka lahan pemukiman dengan menebangi pohon-pohon besar satu-persatu di hutan yang lebat dan angker tersebut. Jangan dibayangkan menebang pohon-pohon itu semudah sekarang ini dengan menggunakan gergaji mesin yang tinggal dinyalakan tak sampai satu jam satu pohon dapat ditumbangkan. Pada zaman itu butuh perjuangan untuk menebang satu pohon besar. Terlebih di dalam hutan tersebut masih ada batu-batu dengan ukurang yang besar pula. Ditambah lagi, mereka melakukannya dengan alat-alat yang sederhana. Maka, tak heran jika proses babat alas ini memakan waktu hingga bertahun-tahun lamanya.
Selain hal-hal di atas, proses penebangan hutan lebat dan angker ini terkendala pula oleh banyaknya orang yang meninggal atau mengundurkan diri. Para pekerja itu menemui banyak tempat angker dan mengerikan yang dianggap membahayakan jiwa mereka. Mulai dari gua yang dihuni harimau besar nan buas, hingga ular besar yang sedang bertapa. Hal-hal semacam inilah yang menyiutkan nyali sebagian orang yang akhirnya memilih mundur.
Namun demikian, tetap saja ada orang-orang yang setia melanjutkan pekerjaan babat alas ini demi segera memiliki daerah pemukiman. Kebanyakan dari mereka yang tak mau menyerah dan pantang mundur itu memiliki ilmu kesakstian dan tak sedikit pula yang mempunyai benda pusaka yang sangat ampuh warisan para leluhur. Orang-orang macam inilah yang akhirnya menyelesaikan proses babat alas hingga kemudian bisa ditempati.
Konon, saat melakukan penebangan hutan tersebut mereka menemui dua macam pohon di dua lokasi berbeda. Ada pohon yang disebut Kayu Talok yang ditemukan di Gunung Petung, wilayah Desa Talok saat ini, dan pohon yang dikenal dengan sebutan Kayu Serut yang berlokasi di Gunung Jati, sebelah selatan Desa Talok, yang kini menjadi nama sebuah dusun di desa tersebut. Sebagian dari para pendatang itu menempati kedua wilayah ini, dan sebagian pula meneruskan melakukan penebangan ke arah hutan yang lainnya.
Cerita kedua berasal dari zaman Kerajaan Singosari yang sempat menguasai wilayah Kabupaten Malang pada zaman kejayaan Ken Arok, jauh sebelum cerita pertama terjadi. Singkat cerita, Ken Arok ingin melakukan perluasan daerah kekuasaannya denga cara mencari seorang guru yang sakti dan memiliki ilmu-ilmu yang ampuh, dan pusaka. Hal itu dilakukannya demi memperkuat kerajaannya.
Kala itu disebutkan, Ken Arok mempunyai seorang guru yang madepok di sebuah padepokan bernama Turiannanta, yang konon saat ini namanya menjadi Turen. Lokasi padepokan itu berada di Desa Tanggung, tak jauh dari lokasi Prasasti Watu Godheg. Ken Arok sering sekali mengunjungi padepokan ini. Tak heran jika di daerah sebelah timurnya, konon Raja Singosari itu mendirikan sebuah tempat perjudian di wilayah (Kecamatan Turen) ini yang diberi nama Taloka. Seiring berjalannya waktu, nama tersebut berubah menjadi Talok yang saat ini menjadi nama sebuah desa.