Di Kelurahan Tlogowaru, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang terdapat Monumen Perjuangan Polri. Monumen yang menandai adanya sebuah peristiwa bersejarah itu terletak di perbatasan dengan Desa Genengan.
Monumen Perjuangan Polri ini menceritakan peristiwa sejarah tentang penyerbuan terhadap anggota Mobile Brigade oleh pasukan Belanda. Penyerbuan itu terjadi sesaat setelah memasuki Malang pada Agresi Militer I.
Pada 9 November 1947, tepatnya sore hari, Polri mengirim kurang lebih 10 pasukan Mobile Brigade untuk menjaga keamanan Tlogowaru (yang dulu statusnya masih desa) dan desa lain di sekitarnya. Saat malam terjadinya peristiwa penyerangan itu, bertepatan dengan terang bulan atau bulan purnama. Sekitar pukul 2 dini hari, kurang lebih 200 pasukan Belanda datang menyerbu tempat peristirahatan anggota Mobile Brigade. Mereka datang dari arah barat yang sebelumnya telah berhenti di daerah Kendal Payak yang merupakan Pos II untuk menjaga keamanan. Tidak diketahui apa yang sedang terjadi di sana karena jarak antara Tlogowaru dan Kendal Payak berjarak sekitar kurang lebih 3,5 km.
Kisah Pilu di Balik Monumen Perjuangan Polri di Tlogowaru
Menurut seorang saksi mata dan sekaligus korban yang bernama Warimin, melihat Belanda datang dari arah barat Tlogowaru dengan menembaki rumah penduduk. Setelah sampai di Desa Genengan pasukan Belanda mulai memisahkan diri membentang dan mengelilingi desa tersebut.
Dalam penyerbuan tersebut, pasukan Belanda mengambil senjata (Bayonet) milik anggota Mobile Brigade yang sebelum tidur mereka sembunyikan terlebih dahulu. Senjata itu diketahui, padahal persembunyian senjata itu jauh dari tempat anggota Mobile Brigade yang istirahat dan ditutupi dengan batang pisang tidak memungkinkan pihak Belanda mengetahui kecuali mereka menyusupkan seorang mata-mata.
Penyerbuan Belanda itu begitu tiba-tiba, bahkan warga yang sedang melakukan patroli ditangkap. Kusno, Durrakim, Warimin, Ali Basor yang sedang patroli di wilayah barat (Tlogowaru), lalu Sawi, Taki, Dukhah, Tami, Poniran dari wilayah timur. Mereka semua yang ikut menjaga desa diikat dengan tali yang terbuat dari kayu kemudian berjajar dipinggiran parit, ditendang dan dipukul menggunakan bayonet.
Setelah mereka mengikat dan menyiksa para penjaga desa, sebagian pasukan Belanda masuk ke rumah Narijah, tempat anggota Mobile Brigade beristirahat. Setelah terbangun, para anggota itu ditusuk menggunakan bayonet dan pisau, ada pula yang terlebih dahulu diseret keluar rumah kemudian ditusuk.
Hampir semua korban yang tewas itu isi perutnya terburai keluar. Ada tiga anggota Brigade Mobile yang selamat dalam kejadian itu, karena sempat melarikan diri ke arah selatan dan menceburkan diri ke sungai. Mereka bernama Suwaji, Darmaji, dan Diono. Seorang anggota Mobile Brigade ada yang menyiasati tubuhnya dengan melumuri darah yang diambil dari tubuh temanya yang telah tewas dengan bersembunyi di bawah tempat tidur.
Kekejaman Belanda tidak hanya sampai disitu saja, jasad para anggota polisi tersebut disandingkan pada bukit sehingga dapat menyangga tubuh. Sedangkan anggota lain ada yang tewas ditemukan terbakar di atas tumpukan sampah kedelai.
Nama-nama Korban Peruangan Polri
Mereka yang telah gugur antara lain AP (Algemeene Politie/polisi umum) I Abdul Rachman, AP I Sukardi, AP II Soebadi, AP II Selo, AP II Ponidjan, AP II Amat, AP II Koesaeri, AP II Diman, AP I Abdil Madjid, AP II Imam, AP II Satelim, Alim (Sipil), Narijah (penduduk), dan Durrakim (penduduk). Dalam Monumen Perjuangan Polri Tlogowaru yang tercatat hanya para anggota Mobile Brigade saja sedangkan penduduk yang tewas tidak ikut tercatat karena, monumen tersebut dikhususkan untuk para anggota Polri.
Setelah melakukan aksinya, para pasukan Belanda pergi dengan menembaki rumah-rumah penduduk menggunakan senjata milik anggota Brigade Mobile yang telah gugur. Mereka kembali ke arah barat menuju daerah Kendal Payak bersama tawanan yang terdiri dari empat anggota Mobile Brigade dan penduduk desa yang lain.
Desa Kendal Payak merupakan pos II keamanan sebagai tempat peralatan perang dan transportasi, seperti truk yang digunakan untuk mengangkut para tawanan perang yang kemudian dibawa ke pusat kota dan diinterogasi. Sebagian tawanan ada yang dilepaskan, tetapi tidak diketahui apa yang menjadi alasannya.
Setelah pertempuran itu selesai, penduduk Desa Tlogowaru yang sempat bersembunyi, keluar dan mendatangi tempat kejadian. Mereka melihat dan menolong korban yang masih selamat. Saat itu banyak penduduk yang menyaksikan jasad-jasad para pahlawan gugur dengan cara yang tidak wajar. Dengan berbagai gaya tubuh yang berbeda-beda, darah mereka berceceran di mana-mana, dan banyak rumah-rumah terbakar.
Peristiwa itu menorehkan luka yang mendalam pada keluarga, teman, bahkan Bangsa Indonesia. Jasad-jasad para anggota Mobile Brigade tersebut dibawa ke tempat asal mereka tinggal. Mereka semua tidak hanya berasal dari Malang saja melainkan dari kota-kota di Jawa Timur. Untuk mengenang mereka dibuatlah Monumen Perjuangan Polri di Tlogowaru.
Discussion about this post