Salah satu relief Buddhistis yag ada di candi Jago adalah relief Kunjarakarna. Singkatnya, relief ini menceritakan tentang Kunjarakarna yang meminta kepada Hyang Wairocana untuk dapat mencapai pembebasan yang seutuhnya.
Relief kunjarakarna ini dimulai dari sisi utara hingga timur dinding candi. Relief cerita tidak hanya sampai disana saja, tetapi masih berlanjut ke teras kedua. Tepatnya pada sisi utara-barat teras kedua hingga ke selatan.
Cerita diawali dari seorang Kunjarakarna yang merupakan seorang yaksa, makhluk setengah manusia dan setengah dewa. Di suatu tempat lain, diceritakan bahwa Hyang Wairocana sedang mengajarkan dharma (kewajiban, kebenaran) kepada boddhisatwa (makhluk yang mendedikasikan dirinya demi kebahagaiaan makhluk selain dirinya di alam semesta), vajrapani (pelindung dan pemandu Buddha), dan para dewa.
Saat itu, Kunjarakarna yang sedang bertapa di gunung Semeru ingin bertemu Hyang Wairocana. Yang ia inginkan adalah Hyang Wairocana dapat mengajarkan kepadanya mengenai cara agar ia tidak memiliki sifat buruk seperti pada kelahiran berikutnya.
Untuk memenuhi keinginan Kunjarakarna, Hyang Wairocana terlebih dahulu memberi perintah kepadanya untuk mengunjungi alam orang meninggal. Yang mana dunia tersebut dikuasai oleh dewa Yama.
Kunjarakarna pun melaksanakan perintah tersebut demi mencapai keinginannya. Saat perjalanan, ia bertemu dengan Kalagupta dan Niskala. Keduanya merupakan raksasa yang memiliki tugas memandu arah ke surga atau ke neraka. Tentunya Kalagupta dan Niskala bertugas untuk para arwah orang meninggal.
Darisana, Kunjarakarna pun dapat melihat neraka dan surga. Juga ia dapat melihat keadaan bagaimana mereka disiksa oleh para pembantu dewa Yama disana.
Di neraka, terdapat pohon yang terbuat dari pedang, gunung dari besi yang dapat membuka dan menutup, rumput dari paku, dll. Kunjarakarna miris melihat bagaimana keadaan orang-orang yang semasa hidupnya tidak mengikuti ajaran Buddha.
Setelah melihat hal tersebut, maka pergilah Kunjarakarna menghadap dewa Yama. Dewa Yama pun menjelaskan bagaimana nasib orang-orang yang berbuat dosa semasa hidupnya. Neraka adalah tempat bagi mereka.
Memang lebih banyak orang yang menginginkan selalu adanya kemudahan dalam hidupnya. Namun, tak semuanya dari kemudahan itu baik. Hingga pada akhirnya ada orang yang tetap memilih kemudahan daripada kesulitan meskipun hal itu buruk. Hal itu pun berarti dosa lebih mudah dikumpulkan. Sehingga banyak orang yang terjerumus ke neraka daripada ke surga.
Untuk menuju surga, orang-orang harus tahan akan kesulitan yang ia hadapi. Kepada Kunjarakarna, dewa Yama juga menjelaskan alasan mereka untuk masih harus disiksa di neraka.
Dewa Yama juga memberi tahu Kunjarakarna mengenai akan datangnya pendosa besar bernama Purnawijaya. Purnawijaya merupakan raja para gandharwa dan masih bersaudara dengan Kunjarakarna. Seminggu menjadi tenggat hari bagi Purnawijaya yang saat itu masih berada di surga untuk selanjutnya menjalani siksaan selama 100.000 tahun.
Kunjarakarna yang kaget akan hal tersebut akhirnya menemui Purnawijaya di surge. Ia menceritakan keadaan yang nanti akan dijalani oleh Purnawijaya. Mendengar cerita Kunjarakarna, Purnawijaya pun kaget akan kematian dan siksaan yang akan segera datang padanya.
Perjalanan yang telah dijalani di daerah dewa Yama oleh Kunjarakarna semakin membuat bulat tekadnya untuk bertobat. Juga kepada Purnawijaya, ia mengajak saudaranya itu untuk turut serta belajar dharma kepada Hyang Wairocana.
Purnawijaya pun setuju dengan hal tersebut. Maka pamitlah ia kepada istrinya, Kusumagandhawati. Purnawijaya dan Kunjarakarna akhirnya pergi ke Boddhicittanirmala yang merupakan tempat Hyang Wairocana. Mereka meminta diajari mengenai dharma.
Pelajaran yang diajarkan oleh Hyang Wairocana kepada Kunjarakarna dan Purnawijaya adalah mengenai dharma. Dengan kata lain, mereka belajar tentang cara mendapatkan kebebasan.
Salah satu cara yang dimaksud adalah jnana wisesa. Jnana wisesa adalah pengetahuan mulia. Hal inilah yang nantinya akan menyadarkan manusia bahwa dirinya sendiri merupakan wujud lain dari dewa tersebut.
Dalam pembelajaran tersebut, dijelaskan bahwa ada kesamaan antara lima Jina, lima rsi Kusika, dan lima dewa Siwa-isme. Yang mana lima Jina itu terdiri dari Wairocana, Aksobhya, Ratnasambhawa, Amitabha, dan Amogasiddhi. Untuk lima rsi Kusika yaitu Patanjala, Mahakusika, Garga, Metri, dan Kurusya. Sedangkan untuk lima dewa Siwa-isme adalah Siwa, Iswara, Brahma, Mahadewa, dan Wisnu.
Darisitu, bentuk dari Siwa dan Buddha yang dapat dilihat adalah sebagi guru alam smesta, Bhatara guru, dan dewa tertinggi.
Seusai menjalani pembelajaran dharma kepada Hyang Wairocana, Kunjakarna berpamitan untuk melakukan tapa brata lagi. Namun, Purnawijaya masih membahas bagaimana cara agar lolos dari siksa neraka. Hyang Wairocana pun menjelaskan kepada Purnawijaya bahwa kematian adalah hal mutlak yang dialami setiap manusia. Juga diberitahukan kepada Purnawijaya bahwa ia meninggal dalam keadaan tidur dan disiksa selama sembilan hari.
Akhirnya Purnawijaya berpamitan kepada Kusumagandhawati mengenai kepergiannya. Tak lupa ia mengingatkan istrinya akan kedatangannya pada hari kesepuluh tidurnya.
Sesuai yang dikatakan oleh Hyang Wairocana, dalam keadaan tidur tersebut roh Purnawijaya diambil oleh para pembantu dewa Yama, kingkara. Ketika dimasukkan dalam periuk yang memang sudah disiapkan untuk Purnawijaya, ia tak merasa sakit karena telah melakukan Samadhi (sebuah ritual dengan konsentrasi tingkat tinggi dalam agama Buddha).
Anehnya, Purnawijaya yang seharusnya menjalani siksaan panjang dapat dipersingkat siksaannya. Sebab, pada hari ketiga, periuknya berubah menjadi batu permata berbentuk bunga teratai, pohon-pohon dari pedang berubah menjadi pohon-pohon suci. Para kingkara dan dewa Yama pun menyaksikan kejadian tersebut.
Akhirnya, Purnawijaya menyatakan bahwa kejadian yang ia alami tersebut karena ada rahmat Hyang Wairocana. Juga dari ilmu dharma yang telah diajarkan olehnya. Pada hari kesepuluh, roh Purnawijaya masuk kembali kepada tubuhnya.
Di tempat lain, Kunjarakarna beserta gandharwa dan widyadhari melakukan sembah sujud kepada Hyang Wairocana. Sedangkan di Boddhicittanirmala para dewa melakukan dewapuja.
Dewa yama pun meminta penjelasan mengenai alasan Purnawijaya yang seharusnya disiksa selama 100.000 tahun direduksi hanya dalam sembilan hari. Dalam penjelasan tersebut, Hyang Wairocana menceritakan kisah Muladhara yang menjadi seorang penderma. Akan tetapi, dalam melakukannya, Muladhara yang memiliki banyak harta dipenuhi kesombongan. Sebaliknya, Utsadharma dan Sudharmika yang memiliki harta sedikit, mendermakan hartanya dengan ikhlas.
Dalam kehidupan setelah kematian ketiga orang tersebut, Utsadharma dan Sudharmika menjelma menjadi Indra dan Saci yang hidupnya bahagia di surga. Sedangkan Muladhara berubah menjadi Purnawijaya.
Dari seluruh kejadian tersebut, Hyang Wairocana menjelaskan bahwa kebaikan yang telah dilakukan di dunia dilakukan secara tulus ikhlas akan dibalas di surga. Bukanlah pembebasan seperti yang ingin mereka dapatkan dulu.
Hingga akhirnya, Purnawijaya dan istrinya memustuskan untuk bertapa di gunung Semeru untuk lebih mendalami ajaran Buddha. Saat melakukan hal tersebut, Purnawijaya telah menyerahkan jabatannya kepada para gandharwa. Darisana, mereka dan Kunjarakarna sukses mendapatkan pembebasan di surga seperti yang ingin mereka capai sebelumnya.