Sejarah Desa Sumberporong, Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang terukir sejak dahulu kala. Siapa yang menyangka jika nama desa tersebut dilatarbelakangi oleh sebuah cerita mengenai tragedi rebutan putri cantik antara dua demang.
Menurut cerita rakyat dan sesepuh desa yang dikutip dalam laman Sumberporong.blogspot.com, nama desa tersebut awalnya Sumberparang. Diperkirakan, pada abad ke-15 Masehi, ada dua Demang yang berkuasa di desa ini. Dualisme kepemimpinan itu terjadi antara Demang Kentol dan Demang Lengket yang sama-sama tak mau melepaskan daerah kekuasaannya.
Bahkan, kedua Demang ini saling berselisih tak hanya mengenai daerah kekuasaan semata. Demang Kentol dan Demang Lengket ternyata sama-sama menyukai seorang putri yang parasnya cantik sekali. Pada suatu ketika, keduanya terlibat pertengkaran yang sangat lama. Konon orang-orang menyebut pertikaian itu berlangsung hingga berbulan-bulan. Mereka berdua sama-sama bersenjatakan sebilah parang. Senjata ini terbuat dari patahan antan atau alu (Bahasa Jawa). Keduanya bersepakat berduel adu parang di sebuah tempat yang kemudian dinamakan Dusun Gapuk Karang Alu, Alun-alun Desa (Gudang padi Rumah Sakit Jiwa atau sekarang menjadi Museum RSJ Sumberporong Lawang).
Pertarungan dua Demang memperebutkan putri cantik itu berlangsung terus-menerus dan tak ada ujungnya. Hingga pada akhirnya datanglah seorang tokoh yang dikenal dengan sebutan Mbah Pati (Mbah Kaliam). Ia merupakan sosok alim yang berasal dari Pati yang baru saja kembali dari perjalanan jauhnya ke Blambangan (Banyuwangi). Sebelumnya, ia singgah di Desa Ngempit Sidogiri, lalu ke Desa Winongan, Pasuruan, dan berakhir di Desa Sumberporong dengan misi menyebarkan agama Islam.
Kedatangan Mbah Pati inilah yang membuat situasi desa menjadi lebih aman dan tenteram. Setelah mendengar kisah pertikaian Demang Kentol dan Demang Lengket, akhirnya desa itu disebut Desa Sumberparang. Kala itu, wilayahnya meliputi Dusun Sumberparang, Dusun Gapuk Karang Alu, dan Dusun Barek. Sementara Mbah Pati saat itu tinggal di daerah yang saat ini disebut Kampung Pesarehan. Ia didampingi oleh seorang cantrik (pengikut) yang bernama Mbah Kalidin. Dialah yang kemudian meneruskan perjuangan Mbah Pati setelah wafat.
Pemerintah Hindia-Belanda datang ke daerah ini pada abad ke-18. Setelah diteliti, Desa Sumberparang ternyata lokasinya sangat strategis, dengan suhu udara yang sejuk, tanah yang subur, sumber air yang melimpah, sehingga mereka menetapkan sebagai tempat yang cocok untuk lokasi peristirahatan.
Dikisahkan, pada awal abad ke-19, Pemerintahan Hindia-Belanda membeli tanah secara besar-besaran dengan harga yang sangat murah. Mereka ingin membangun sebuah Rumah Sakit, sehingga pada tahun 1902 berdirilah sebuah Rumah Sakit Sumberporong (yang kini menjadi RSJ dr. Radjiman Wedyodiningrat). Pada masanya, rumah sakit ini terbilang sangat besar, memiliki tenaga medis yang tidak hanya dari Belanda tetapi juga datang dari berbagai negara di Eropa.
Penggalan kisah perseteruan Demang Kentol vs Demang Lengket, kedatangan Mbah Pati dan Mbah Kalidin, serta pembangunan rumah sakit oleh Pemerintah Hindia-Belanda ini masih saling terkait dan tidak dapat dipisahkan dari sejarah Desa Sumberporong.
Selain membangun rumah sakit, Pemerintah Hindia-Belanda juga berperan mengganti nama Sumberparang menjadi Sumberporong. Konon, dalam Bahasa Belanda kuno, kata Porong berarti Persaingan.
Narasumber:
– Bapak Sayakun (Alm.)
– Bapak Dulkamal (Alm.)
– Ibu Rupiah (Almh.)
– Para sesepuh Desa Sumberporong