Di periode tahun 1970an hingga awal tahun 90an, ada sosok yang bernama Paitun Gundul di Malang. Dirinya sangat terkenal di kota Malang. Sosoknya kecil kurus yang tiap hari berjalan-jalan dengan menggendong kucing di area protokol hingga kampung-kampung Malang.
Paitun Gundul terkenal di Malang sosoknya yang tidak waras kerap dijadikan alat oleh beberapa kawan penulis untuk saling mengolok kepada rekannya sendiri saat di sekolah, meski beberapa diantaranya belum pernah melihat si Paitun Gundul. Selain itu, jika ada orang tua yang punya anak bandel, maka Paitun Gundul selalu disematkan untuk menakutinya dengan cara seperti ini:
“Kalau kamu nakal, nanti ditangkap Paitun gundul lho.”
“Jangan kesana, bentar dimakan Paitun”
Wajar jika Paitun kerap dijadikan obyek, Paitun suka membawa sapu lidi untuk membersihkan jalanan yang dia lewati. Anak-anak jaman dahulu kerap menggoda Paitun dengan olokan hingga gangguan. Tidak heran Paitun Gundul marah dengan gangguan itu, sehingga dia kadang membalas dengan lemparan atau sabetan.
“Pernah suatu ketika saya jalan di daerah Kaliurang, ada Paitun Gundul yang marah kepada anak-anak yang menggodanya. Tanpa ampun dia menyabetkan sapu lidinya kepada seluruh anak-anak. Saya pun trauma dari kejadian itu sehingga benar-benar tidak berani lewat lagi jalan Kaliurang,” kata seorang kawan.
Memang, Paitun Gundul suka tertawa-tawa sendiri, kadang diam, kadang juga marah-marah tanpa sebab, kadang ngomong tidak tentu arah sampai-sampai orang takut padanya. Ada berbagai versi atas kondisi ketidakwarasannya dia.
Dari sebuah artikel di milis Dempo 80an, penulis mendapatkan informasi jika menurut cerita, Paitun ini pada masa mudanya adalah seorang perawat dan bersuamikan seorang pejuang. Mengapa dia bisa demikian, karena bayi yang dikandungnya meninggal saat dilahirkan dan tidak diberitahukan kepada dirinya.
Bahkan dia ditinggal mati suaminya entah karena apa, dan pada akhirnya dia kehilangan kesadarannya sebagai orang normal dan mulai menggelandang, barangkali sejak tahun 50-atau 60’an. Masa yang sangat pahit mungkin, dan dikarenakan itulah akhirnya dia menjadi mbambung (gelandangan) di jalanan kota.
Versi lain menyatakan jika Paitun ini kehilangan anaknya karena diculik. Sehingga dia tidak waras sehingga menggelandang kemana-mana. Naluri keibuannya kemudian turut hadir dan disalurkan dengan memelihara seekor kucing. Satu hal yang menyedihkan, dia pernah wara-wiri dengan kondisi hamil. Namun saat melahirkan, tidak jelas diketahui anaknya dimana. Mungkin ada orang baik yang menyelamatkan anaknya sehingga dia hidup dengan normal.
Menjadi bahan ledekan, cacian atau dipandang sebagai momok yang mengerikan sudah menjadi makanan sehari-hari si Paitun, padahal dia tidak bersalah, orang gila sekalipun berhak untuk mencari makan, karena dia hanya makan dari hasil belas kasihan maupun hasil dia menyapu jalan meski tidak seberapa.
Hingga akhirnya di awal 90an ada berita dari sebuah koran yang menyatakan Paitun Gundul meninggal dunia karena ditabrak di kawasan Pakisasi Malang. Paitun Gundul berikut semi legendanya perlahan mulai menghilang, dan seolah sekarang apalagi generasi terkini tidak lagi mengetahui siapa sebenarnya orang gila yang sempat melegenda itu.