Kelurahan Dampit yang menjadi ibukota Kecamatan Dampit ternyata memiliki sejarah yang hampir mirip dengan beberapa daerah di Malang Selatan lainnya. Daerah yang dulunya berstatus desa tersebut didirikan oleh pelarian prajurit Pangeran Diponegoro.
Kisah berawal dari petualangan dua orang prajurit Pangeran Diponegoro ke wilayah timur Pulau Jawa. Kedua orang prajurit itu bernama Mbah Tugu (Ki Tompo Karso) dan Mbah Koplo (Ki Joko Bodo). Saat sang pemimpin tertangkap oleh Belanda, Mbah Tugu dan Mbah Koplo melarikan diri ke arah timur dan sampailah di wilayah ini. Keduanya kemudian terkenal sebagai orang yang pertama kali babat alas alias membuka lahan di wilayah Dampit untuk dijadikan sebagai daerah pemukiman bagi para pengikutnya.
Kian hari populasi manusia di daerah tersebut semakin berkembang, sehingga terbentuklah desa. Tokoh-tokoh pembabat alas tadi kemudian menyebut daerah itu dengan nama Dampit. Konon, asal nama ini dipilih karena dahulu kala di pusat daerah ini terdapat tanaman Pohon Aren yang dampit atau gandeng. Pohon ini sering dipakai berteduh dan bertemu Mbah Tugu dan Mbah Koplo kala itu.
Singkat cerita, dengan semakin berkembangnya jumlah penduduk pendatang, daerah ini semakin ramai. Mereka kebanyakan datang dengan niat berniaga, sehingga perekonomian Kelurahan Dampit pun semakin berkembang pesat. Saat Indonesia masih berada dalam kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda, tepatnya tahun 1915, Dampit berubah status menjadi kelurahan, dan menjadi ibukota kecamatan.