Kecamatan Tajinan Malang ternyata menyimpan peninggalan sejarah yang istimewa. Situs Ngawonggo, sebuah situs yang ada di Dusun Nanasan, Ngawonggo, ini ternyata menjadi salah satu bukti eksistensi Kadewaguruan masa silam. Arkeolog asal Universitas Negeri Malang Dwi Cahyono menjelaskan perihal tersebut.
Ngawonggo disebut sebagai sebuah desa kuno yang eksistensinya tertulis di Prasasti Wurandungan yang dikeluarkan pada Rabu Wage 7 November 944 Masehi atau di masa Raja Mpu Sindok di Kerajaan Medang. Di Prasasti tersebut, Desa Ngawonggo disebut dengan Kaswangga. Sebuah Desa yang menjadi sarana Kadewaguruan di masa silam.
Dalam Prasasati ini desebutkan bahwa terdapat lima kayangan yang tersebar di berbagai penjuru mata angin. Berdasarkan Prasasti Selabradja, Kadewaguruan di sisi paling Barat berada di Desa Ngabab yang disebut Awaban. Sedangkan situs lainnya di sisi timur berada di Kaswangga, alias Ngawonggo.
Tiga kahyangan lain bernama kahyangan Pangawan di utara Malang yang berada di sekitar Kecamatan Pakis-Jabung. Kemudian Kahyangan Kagotran di bagian tengah Malang dan kahyangan Panghulun di Malang bagian selatan.
Situs Ngawonggo yang Istimewa
Dwi Cahyono menjelaskan jika situs di Ngawonggo tersebut sangat istimewa. Situs ini merupakan satu-satunya situs di Jawa Timur yang posisinya berada di tebing sungai, sebuah pola kehidupan yang lekat masyarakat kuno. Penemuan perkakas-perkakas kuno seperti guci, lumpang batu, batu bata kuno, dan fragmen-fragmen terakota menjadi salah satu bukti peradaban masyarakat kuno.
Bukti lain keistimewaan situs kuno ini adalah letak geografisnya yang berada di jalur purba, yang menghubungkan antara daerah Tumpang dan Turyyan (Turen). Sehingga dapat disimpulkan bahwa Kaswangga menjadi desa yang cukup strategis dan maju di masa silam.
Di masa lampau, sungai menjadi tempat penyucian diri. Dwi memperkirakan jika ada tiga blok kolam pemandian yang saling berhubungan satu sama lain yang masing-masing memiliki pancuran. Di Malang, banyak sekali ditemukan patirtaan yang menjadi tempat mensucikan diri. Namun yang ada di Ngawonggo ini terbilang istimewa karena dibuat dengan mengikuti alur tebing sehingga bentuknya mengikuti kontur tebing Sungai Manten.
“Memang masih membutuhkan penelitian yang lebih mendalam untuk melihat sejauh mana patirtaan tersebut, karena detailnya memang sangat menarik dan unik, karena saya pikir ini adalah petirtaan suci karena banyak sekali simbol yang menunjukkan kesakralan,” tegas Dwi.
Baca juga: Kameswara Tirthayatra dan Tafsir Baru Prasasti Ranu Kumbolo
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.