Malang memiliki salah satu desa bernama Kendalpayak, desa yang diperkirakan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan Mataram. Desa Kendapayak kini dibagi dalam empat dusun diantaranya Dusun Kendalpayak, Dusun Watudakon, Dusun Cerme, dan Dusun Segaran.
Dusun Kendalpayak Malang
Dalam sejarahnya, nama dusun yang sekaligus menjadi nama desa di Kabupaten Malang ini konon ditemukan oleh seorang petani yang juga menjadi penari di Keraton Doho Kediri. Beliau adalah Raden Ayu Nganten Patmini, dan populer dengan nama Mbok Kawul. Nama dusun ini berasal dari pohon Kendal yang ngrempayak alias rindang. Maka masyarakat menyebutnya Kendalpayak.
Untuk menghargai jasa leluhur dusun ini, masyarakat biasa melakukan nyadren saat bersih desa atau sedang punya hajat ke punden yang diyakini sebagai makam Mbok Kawul.
Dusun Watudakon
Dusun yang menjadi daerah pertama di Desa Kendalpayak, Kabupaten Malang adalah Dusun Watudakon. Seperti namanya, dusun ini lekat dengan batu berlubang yang dipakai untuk bermain Dakon alias Congklak. Konon, batu ini digunakan oleh keluarga Nyai Cengkaruk Selo, seorang pelarian keraton Mataram. Masyarakat percaya, beliau lah yang menjadi sosok yang melakukan babat alas di wilayah ini.
Berhasilnya Cengkaruk Solo melakukan babat alas Watudakon membuatnya memiliki kekuasaan di daerah ini. Beberapa peninggalan batu dan arca yang ditemukan di dusun ini membuktikan bahwa dahulu, diperkirakan, terdapat sebuah keraton yang dijadikan sebagai pusat desa.
Dusun Cerme
Masih dalam wilayah Watudakon, dusun Cerme di Desa Kendalpayak, Kabupaten Malang ini memiliki sejarahnya sendiri. Dikisahkan secara turun-temurun, orang yang pertama kali babat alas di daerah ini bernama Wira Hadi Wijaya. Beliau adalah pendatang dari Kerajaan Mataram yang datang bersama Gono Sakti, Jaya Sakti, dan Maling Aguno.
Dikisahkan pada suatu hari, Keputrian Watudakon mengalami kemalingan sebuah cermin yang terbuat dari emas dan kencana. Malam itu, di tempat ia melakukan babat alas, Maling Aguno bertemu dengan sang pencuri dan berusaha merebut kembali cermin milik keputrian Watudakon. Keduanya bertarung hingga pagi hari. Mengetahui Maling Aguno sedang meawan pencuri, Wira Hadi kemudian mebantunya dan akhirnya mereka memenangkan perebutan cermin tersebut.
Setelah dikembalikan pada Keraton Watudakon, WIra Hadi mendapatkan hak untuk mengelola wilayah di tempat ia melakukan pertarungan sekaligus tempat ia babat alas tersebut. Wilayah yang masih menjadi bagan dari Watudakon ini diberi nama Cerme, yang dalam bahasa Madura berarti Cermin.
Dusun Segaran
Seperti cerita Dusun Cerme, asal-usul Dusun Segaran, Desa Kendalpayak, Kabupaten Malang ini juga tidak jauh-jauh dari Keraton Watudakon. Konon, cikal bakal dusun ini dibuka oleh seseorang dari keraton Watudakon yang tidak dijelaskan siapa namanya. Wilayah ini diberi nama Segaran karena penampakan alamnya yang berupa rawa atau danau. Danau yang berlokasi di perbatasan desa di sebelah utara dengan kota Malang ini kemudian diberi nama Segoro Wurung, alias laut yang tidak jadi. Dari nama itulah kemudian wilayah ini diberi nama Segaran.
Di dusun ini memiliki mitos unik, bahwa siapapun yang menikah dengan tetangga satu dusun, maka tidak akan langgeng bahtera rumah tangganya. Umak percaya?
Baca juga: Desa Wadung Pakisaji dan Dua Versi Sejarah Penemuannya
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.