SMAK Cor Jesu adalah Sekolah Menengah Atas Katolik yang dibangun pada zaman pemerintah kolonial Belanda. Menurut sejarahnya, sekolah katolik yang dibangun di daerah Celaket Kota Malang ini konon dulunya merupakan bangunan sekolah bernama Zusterschool.
Bangunan sekolah kuno yang didirikan pada 3 maret 1900 itu hingga saat ini masih berdiri kokoh di Jalan Jaksa Agung Suprapto Nomor 55 Malang. Bangunannya dirancang oleh Westmaas dari Surabaya, atas prakarsa dari Mgr. Staal, yang merupakan satu-satunya uskup di indonesia pada waktu itu.
Dibangun di kawasan Celaket, gedung sekolah katolik ini memiliki lokasi yang cukup strategis, tak jauh dari pusat kota. Saat itu, kawasan Celaket memang menjadi daerah vital di Malang, bahkan sebelum statusnya menjadi Kota Madya. Didirikannya bangunan Zusterschool di kawasan ini menjadi bukti Belanda kala itu sangat memikirkan pentingnya pendidikan.
Bersama Fraterschool, sekolah yang juga dibangun di daerah yang sama, Zusterschool membuat kawasan Celaket pada masa itu menjadi pusat pendidikan di Kota Malang. Sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk mendukung lembaga keagamaan Gereja Katolik di Malang.
Disain bangunan Zusterschool menganut kaidah keseimbangan simetris, maka tak heran memiliki jendela dalam jumlah banyak. Pada bangunan di sisi kiri dan kanan terdapat gevel dengan hiasan jendela bebentuk busur. Disain ini berorientasi religius, yang mungkin terinspirasi dari disain bangunan gereja Katolik di Kota Malang.
Penekanan yang bersifat religius terasa kuat pada kedua bangunan ini. Bentuk jendela yang mengerucut ke atas seperti busur ini menyimbolkan persembahan pada Keagungan Tuhan seperti bentuk jendela pada gereja-gereja yang beraliran Gothic.
Berdirinya gedung sekolah katolik ini juga tak lepas dari peran tiga orang suster Ursulin, yakni Suster Xavier Smets, Suster Aldegonde Flekcen, dan Suster Martha Bierings. Awalnya, mereka menempati biara yang terletak di Jalan Celaket dan memulai karya dengan membuka TK pada 1 Maret 1900.
Sekolah TK ini kemudian berkembang, hingga akhirnya dibuka juga Sekolah Dasar (SD) dan sebuah asrama pada 1 Mei 1900. Tak hanya itu, tiga tahun kemudian, Sekolah Pendidikan Guru (SPG) bernama Santo Agustinus pun didirikan, tepatnya pada 21 Juli 1903.
Pada masa penjajahan Jepang, para suster diperintahkan untuk menghentikan seluruh kegiatan belajar-mengajar di semua jenjang sekolah. Biara dan gedung-gedung sekolah ini pun dikuasai dan dipakai oleh pasukan Jepang. Setelah Jepang menyerah pada tentara Sekutu, gedung sekolah ini pun difungsikan lagi.
Usai kemerdekaan Indonesia, gedung sekolah ini juga pernah dijadikan markas sementara bagi Sekolah Militer Divisi VII Suropati pada tahun 1945. Namun gedung sekolah ini pun tak luput dari taktik pembumihangusan oleh tentara Indonesia kala menghadapi Agresi Militer Belanda, pada 30 Juli 1947. Sebelum berhasil dikuasai Belanda, gedung sekolah dan asrama sudah rata dengan tanah.
Pada 8 april 1951 pemerintah berinisiatif untuk melakukan pembangunan kembali kompleks sekolah ini. Pembangunan secara besar-besaran ini diselesaikan pada 15 juli 1951. Tanggal tersebut kemudian menjadi hari lahirnya SMA Katolik CorJesu yang diresmikan oleh Monseigneur pada 13 Januari 1955.
Saat itu, SMAK Cor Jesu hanya membuka dua kelas, yakni kelas A (Bahasa) dan kelas B (Ilmu Pasti). Dua kelas ini hanya menerima siswa putri. Kala itu, pihak sekolah terpaksa menggunakan tempat sepeda untuk kelas SMA, karena proses pembangunannya belum selesai.
Untuk sementara, SMAK Cor Jesu sempat bernaung di bawah SMTK (Sekolah Menengah Tinggi Katolik) Santo Albertus karena dianggap belum layak menggelar ujian sendiri. Maka, sekolah ini dikenal pula dengan sebutan SMA Puteri Santo Albertus. Saat itu, rapor dan ijazah juga ditandatangani oleh Kepala SMTK tersebut.
SMAK Cor Jesu mulai menggelar ujian sendiri untuk pertama kalinya pada tahun 1954. Kelas A meluluskan 18 dari 20 orang siswa dan kelas B meluluskan 22 dari 30 orang siswa. Sekolah katolik ini akhirnya membuka Kelas C pada awal tahun ajaran 1959/1960. Pada 1 Agustus 1960 SMAK Puteri Cor Jesu oleh Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan diperkenankan untuk memisahkan diri dari SMA Santo Albertus.
Tahun ajaran 1968/1969, SMAK Cor Jesu melakukan perubahan signifikan. Mereka mulai menerima siswa putra. Waktu itu, siswa putra yang diterima berjumlah 55 orang. Pada tahun 1984, berkat kerja keras keluarga besar SMAK Cor Jesu serta doa dari para suster ursulin, maka status sekolah tersebut meningkat dari “diakui” menjadi “disamakan”.
Hingga kini, kejayaan Zusterschool di era pendudukan Kolonial Belanda masih bisa dirasakan di bangunan SMAK Cor Jesu. Sekolah tersebut sampai saat ini masih menjadi sekolah favorit anak-anak katolik di wilayah Kota Malang yang ingin melanjutkan jenjang ke sekolah menengah atas.