Malang memiliki banyak pejuang yang turut mempersembahkan dan mempertahankan kemerdekaan. Salah satunya adalah KH Sullam Syamsun yang juga berasal dari organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU).
Memamng tak banyak referensi tentang profilnya di laman penmcarian di internet. Namun, ada beberapa catatan dan cuplikan sejarah ringkas tentang sosok Kiai yang juga ahli perang satu ini.
Pria kelahiran Malang, 29 April 1922 itu adalah satu-satunya ulama yang menyandang pangkat kemiliteran tertinggi di antara para tokoh NU yang pernah aktif dalam bidang tersebut. Terakhir, KH Sullam mengemban pangkat Brigadir Jenderal TNI.
Sebelum pensiun pada tahun 1977 dengan menyandang titel bintang satu itu, ia sempat menjadi Komandan Kompi I merangkap Wakil Batalyon I Brigade IV Brawijaya, Komandan Keamanan Malang Kota, Komandan Batalyon 523, 514, Pa Teritorium V/Brawijaya.
KH Sullam Syamsun yang Aktif di Nahdlatul Ulama
KH Sullam merupakan sosok yang aktif di Nahdlatul Ulama. Ia merupakan kakak kelas dari KH Muchit Muzadi, salah satu deklarator PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) di Tebuireng, Jombang.
Saat masih aktif di Tebuireng, KH Sullam mendirikan organisasi yang bernama KPIM (Kumpulan pemuda Indonesia Merdeka). Ia menjadi ketuanya, sedangkan KH Muchit Muzadi merupakan salah satu anggotanya yang paling vokal.
Karena ada larangan dari Belanda dalam penggunaan kata-kata “Indonesia” dan “Merdeka”, maka kepanjangan dari KPIM diubahnya menjadi “Kumpulan Pemuda Islam Malang”.
Selepas dari pondok, KH Sullam masuk menjadi anggota PETA pada zaman pendudukan Jepang. Pada zaman perang kemerdekaan,, ia turut membantu melawan Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia bersama dengan beberapa tokoh seperti KH Munasir Ali, KH Asnawi Latief, dan KH Yusuf Hasyim.
KH Sullam Syamsun Turut Berpolitik
KH Sullam Syamsun juga pernah turut berpolitik dengan menjadi anggota DPRGR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong). Ia mmenjadi perwakilan anggota dari Partai NU.
Jabatan di NU sebagai ketua Lembaga Dakwah NU (LDNU) periode 1989-1994 pada era kepemimpinan almarhum Gus Dur pernah diembannya. Selain itu, KH Sullam pun pernah menjabat sebagai Sesmenko (Sekretaris Menteri Koordinator) pada zaman orde lama.
Bersama Gus Dur pula lah KH Sullam tercatat sebagai salah satu anggota Dewan Syura PKB yang dideklarasikan pada tanggal 23 Juli 1998. Waktu itu KH. Ma’ruf Amin menjadi Ketua Dewan Syura.
Ketua PBNU, HM Rozy Munir yang merupakan anak dari KH Munasir Ali menceritakan bahwa KH Sullam merupakan salah seorang tokoh NU yang memiliki pendirian kuat, tetapi sangat bijak dalam mengambil keputusan penting.
Diceritakannya, saat pemerintah orde baru menuduh NU telah tersusupi oleh PKI, ia meminta agar pemerintah tidak gampang menuduh tanpa dasar yang jelas. Menurutnya, dari dulu NU merupakan musuh besar dari PKI yang tak ber-Tuhan.
Akhir Perjuangannya Melawan Penyakit Komplikasi
Meski dalam kondisi yang sudah tua, KH Sullam masih tetap rajin mengikuti berbagai macam acara besar yang diselenggarakan oleh NU. Mulai dari muktamar atau konferensi besar. Hal itu dilakukannya sebelum akhir perjuangannya melawan penyakit komplikasi yang diderita.
KH Sullam Syamsun wafat pada 19 Oktober 2005, pukul 10.30 karena komplikasi dari berbagai penyakit dan usianya yang sudah lanjut, yakni 83 tahun. Almarhum meninggalkan delapan orang anak, dua laki-laki dan enam perempuan, salah satunya Ir. Iqbal Sullam yang kini menjadi wakil sekjen PBNU. Almarhum dimakamkan di pemakaman umum Karet Jakarta Selatan.
Majalah AULA Edisi November 2012 pada halaman 58-59, pernah menobatkan KH. Sullam sebagai satu dari sembilan komandan perang NU. Delapan orang lainnya adalah KH Zainul Arifin, KH Munasir Ali, KH Iskandar Sulaiman, KH Hasyim Latief, KH Zainal Mustofa, KH Masjkur, H Abdul Manan Widjaya, dan Hamid Roesdi. Tiga nama terakhir berasal dari Malang.
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.