Wabah PMK saat ini membuat para peternak menjerit karena akibat yang ditimbulkan. Hal ini menyebabkan harga sapi anjlok dan hampir semua peternak di Malang mengalami kerugian. Wabah ini tidak hanya merugikan sapi yang terjangkit PMK saja, namun juga menjatuhkan sapi-sapi yang sehat karena penjualannya yang menjadi lesu. Bahkan tak sedikit juga peternak yang menjual sapinya dalam kondisi terjangkit PMK dengan harga yang sangat murah dibanding harga normalnya. Selain pada pembeli sapi, pembeli daging sapi juga menurun. Banyak pelanggan yang enggan untuk membeli daging sapi karena dikhawatirkan sapi tersebut dari sapi yang terjangkit PMK.
Namun sebetulnya, sapi yang disembelih dengan kondisi ber-PMK, dagingnya masih bisa dikonsumsi oleh manusia, dengan catatan bagian mulut dan hidung, juga kaki sapi tersebut tidak dikonsumsi. Hal ini juga memiliki teknis khusus untuk pemasakan dagingnya untuk menanggulangi resiko pada manusia.
Dilansir dari Jawa Pos Radar Malang, keluhan telah dirasakan oleh salah satu peternak sekaligus blantik sapi, Paimo yang merupakan warga Lesanpuro, Kedungkandang. Paimo mengaku dan memastikan jika sapinya dalam kondisi sehat, hal ini karena sapi-sapinya telah dilakukan pemeriksaan dan pengecekan rutin oleh Dispangtan Peternakan. Namun Paimo nyatanya sangat sulit untuk menjual sapinya akibat wabah PMK ini. Karena sulitnya penjualan tersebut, ia menjadi tidak memiliki penghasilan. Penyebabnya juga dikarenakan penutupan pasar hewan, sehingga sapinya tidak dapat dipasarkan. Paimo menjual sapinya di Pasar Singosari, Pajaran, Wajak dan Pakis. Paimo ini merasa jika penutupan pasar hewan ini sangat mematikan perekonomiannya.
Dalam wabah PMK yang saat ini belum berakhir, akhirnya tak sedikit para peternak yang mengobral sapi-sapinya untuk tetap memperoleh penghasilan walaupun sedikit mengalami kerugian. Sebelum adanya wabah PMK, Paimo dapat menjual sapinya dengan harga Rp 20 juta hingga Rp 50 juta. Namun karena wabah sekarang ini, Paimo hanya bisa menjual sapinya seharga Rp 18 juta hingga Rp 35 juta saja. “Tapi kalau kepepet, Rp 15 juta juga saya lepas,” kata pria yang sudah usaha sapi sejak tahun 1975 ini.
Saat ini Paimo memiliki 12 ekor sapi. Di antaranya jenis Brahma dan Limousin. “Karena kedua sapi itu yang biasanya dicari. Lemaknya sedikit, banyak dagingnya,” ujar pria yang sudah menjadi blantik sejak umur 12 tahun itu. Tidak ada yang dilakukannya saat ini kecuali hanya pasrah. Dia tetap menunggu kondisi akan normal dan tetap berharap ada pembeli yang datang ke rumah untuk membeli sapi miliknya. Namun baginya, penjualan sapi yang drop ini bukan kali pertama yang ia alami. “Awal tahun 2019 penjualan normal, sebulan ada lebih dari 10 pembeli, kadang mencapai 20 pembeli. Akhir 2019 menurun drastis menjadi kurang dari 5 pembeli per bulan. Kemudian tahun 2020 sama sekali tidak ada pembeli. Baru 2021 naik lagi menjadi 10 pembeli per bulan,” ungkap Paimo.
Tentu dengan kondisi saat ini, karena adanya penutupan pasar hewan dan pembatasan pengiriman hewan ternak khususnya sapi, para peternak berharap agar kondisi dapat membaik sehingga perekonomian tidak terkendala lagi setelah adanya pandemic Covid-19. Karena nyatanya para peternak sangat mengeluh akibat kerugian yang dialami. Para peternak melakukan penjualan sapi dengan harga murah karena dikhawatirkan akan mengalami rugi 100 persen karena sapi mati akibat PMK. Sehingga sapi-sapi yang ada langsung di jual walau dengan harga murah dan tetap mengalami rugi. Namun, peternak juga tetap dapat melakukan penjualan tanpa dipasarkan di pasar hewan dengan melakukan penjualan secara daring atau online. Sehingga sapinya akan tetap laku di para pencari sapi itu sendiri. Sehingga dengan wadanya wabah PMK saat ini, tentu peternak harus secara pintar untuk tetap mendapat penghasilan dari sapi miliknya. BACA : Harga daging sapi anjlok, akibat wabah PMK di Kota Malang.