Gedung Hotel Graha Cakra di Jalan Cerme No. 16 Kota Malang merupakan salah satu bangunan kuno peninggalan masa penjajahan Belanda. Gedung ini menjadi saksi perjalanan sejarah Radio Republik Indonesia (RRI) Malang, karena pernah digunakan sebagai kantor pada 1964.
Gedung ini dibangun di kawasan perumahan elit di Taman Cerme (dulu dikenal sebagai Tjermeplein) Kota Malang. Ir. W. Mulder dari dinas Pekerjaan Umum Kota Malang menjadi arsitek dalam pembangunan gedung ini pada tahun 1935. Mulder menerapkan gaya bangunan Nieuwe Bouwen yang berciri dengan bangunan berbentuk kubus dan atap lurus, yang kebetulan saat itu tengah populer.
Sementara itu, sejarah berdirinya RRI di Malang berawal dari satu-satunya stasiun pemancar milik Belanda yang berada di gedung sekolah yang terletak di pertigaan Oro-oro Dowo dan Jalan Bandung sekitar tahun 1940-an. Pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942, stasiun pemancar ini diambil alih dan namanya diganti menjadi Nederland Indische Radio Omroep Malang (NIROM). Pada masa awal kemerdekaan Indonesia tahun 1945, radio ini pun dipakai kembali oleh RRI Malang untuk menyiarkan kabar kemerdekaan ke seluruh Indonesia. Namun, pada saat terjadinya Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, gedung tersebut dihancurkan bersama lebih dari seribu gedung lainnya di Kota Malang, yang dikenal dengan peristiwa Malang Lautan Api.
Setahun kemudian, RRI Malang resmi menempati gedung baru di Jalan Cerme, yang sekarang menjadi Hotel Graha Cakra. Acara peresmian ini digelar pada tanggal 11 September 1964, oleh Menteri Penerangan Republik Indonesia di Jakarta bersamaan dengan peresmian pembukaan siaran RRI Palangkaraya, yang juga bertepatan dengan Hari Radio XIX.
Bangunan asli warisan Belanda yang tidak ikut direnovasi akhirnya dipakai sebagai lobby, Restoran Cendrawasih, Chandra Kirana Hall, dan beberapa kamar hotel. Sebagai perluasan, dibangun gedung sayap yang difungsikan sebagai kamar hotel tambahan. Konsep kolonial yang masih dipertahankan membuat nuansa penjajahan teramat kental di hotel ini. Beberapa ornamen benda antik, termasuk radio tua yang diletakkan sebagai hiasan hotel turut mengingatkan pengunjung pada masa kejayaan RRI Malang sebagai pusat informasi nasional di dalam kota pada masa itu.
Setelah mengalami renovasi kembali, bangunan ini berubah nama lagi menjadi the Shalimar hotel. Dengan tetap mempertahankan bangunan khas masa Kolonial Belanda yang masih terdapat di berbagai sudutnya, hotel ini menawarkan nuansa lawas bagi para wisatawan, terutama yang ingin mengenang nenek moyangnya. Bahkan, gaya yang sama juga digunakan pada bangunan baru sebagai tambahan di sampingnya.