Perkembangan pariwisatan di Malang membuat hunian menjadi hal yang dicari. Salah satunya adalah keberadaan penginapan, menariknya Hotel di Malang sudah tumbuh di awal abad ke-18. Hotel itu bernama Hotel Lapidoth.
Di era 1800-an, Malang adalah daerah yang cukup kecil dengan keberadaan hutan yang cukup luas. Meskipun tetap dibawah Pemerintahan Hindia Belanda, wilayah Kabupaten Malang sebenarnya merupakan bagian dari Karesidenan Pasuruan.
Abhram Chr Lapidoth adalah salah satu orang Belanda yang tinggal di Malang. Melihat banyaknya warga negara Eropa atau Belanda yang berkunjung, dia yang diperkirakan datang ke Malang pada tahun 1860-an mendirikan sebuah penginapan. Penginapan tersebut berada tidak jauh dari kantor Bupati atau dekat dengan Alun-alun.
Dengan bisnis yang terhitung baru ada di Malang, Hotel Lapidoth menarik beberapa kalangan Eropa untuk menginap.
“Dia adalah bapak perhotelan, pengusaha perhotelan terkenal di Malang,” tulis A. Van Schaik dalam Malang Beeld van een stad terbitan Asia Maior pada 1996 seperti yang kami kutip dari Terakota.id.
Pada tahun 1870, Hotel Lapidoth berubah menjadi Hotel Malang atau Malang Hotel. Di tahun itu, Malang berkembang pesat menjadi perkebunan kopi dan gula dengan keberadaan Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) dan Undang-Undang Gula (Suiker Wet) oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Keadaan ini membuat penginapan menjadi salah satu penunjang karena semakin banyak sekali warga Eropa atau Belanda yang menginap.
Perkembangan Hotel Lapidoth
Hotel ini kemudian diganti menjadi Hotel Jensen di awal tahun 1900-an. Namun tidak lama kemudian berganti kepemilikan karena Abraham Lapidoth sebagai pemilik meninggal dunia di tahun 1908.
Pemilik baru tersebut melakukan perubahan total pada bangunan yang dikerjakan oleh Biro Arsitek AIA (Algemeen Ingenieur Architecten) Belanda , termasuk juga namanya menjadi Palace Hotel.
Bangunan baru tersebut cukup modern di masanya, di tengah bangunan utama terdapat menara kembar. Di sisi kanan dan kiri ada blok yang menjorok ke depan.
“Menara kembar pada pintu masuk terlihat mendominasi, tampaknya ciri itu merupakan bentuk yang khas arsiektur kolonial pada tahun 1900-1915,” tulis Handinoto dalam Perkembangan Kota Malang Pada Jaman Kolonial (1914-1940) di Jurnal Dimensi 22/September 1996.
Sempat diubah menjadi Asoma Hotel saat Jepang berkuasa di Malang (1942-1945), namun ketika Jepang pergi namanya dikembalikan menjadi Palace Hotel lagi.
Hotel tersebut mengalami kerusakan parah ketika Belanda menyerang pada 1947 sehingga beberapa bangunan mengalami kerusakan. Salah satunya adalah menara kembar.
Menjadi Hotel Pelangi
Di tahun 1953, keberadaan Hotel tersebut dibeli oleh pengusaha asal Banjarmasin, Sjachran Hosein. Kemudian dirinya mengubah namanya menjadi Hotel Pelangi, saat ini kondisi bangunannya 60 persen sesuai pertama kali Palace Hotel dibangun.
Discussion about this post