Warga Malang tentu tidak asing dengan kata TRIP, karena salah satu ruas jalannya memiliki nama Jalan Pahlawan TRIP. TRIP adalah sebuah singkatan dari Tentara Republik Indonesia Pelajar, yakni sebuah pasukan yang dibentuk Indonesia selepas Jepang menyerah pada Sekutu. Begini sejarah lengkapnya.
Nama TRIP, Tentara Republik Indonesia Pelajar
Pasukan TRIP berasal dari BKR alias Barisan Keamanan Rakyat. Selain barisan tentara formal ini, dibentuk pula sebuah pasukan pelajar bernama BKR Pelajar. Pasukan yang mewadahi pemuda usia 13-18 tahun ini dibentuk secara resmi tanggal 22 September 1945.
Kemudian pada tanggal 5 Oktober 1945, BKR berubah namanya menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) yang menjadi cikal bakal TNI (Tentara Nasional Indonesia). Tanggal inilah kemudian selalu diperingati menjadi hari lahirnya TNI. Ketika BKR berubah nama, begitu pula nasibnya dengan BKR Pelajar. Namanya dirubah menjadi TKR Pelajar dan diresmikan oleh komandan TKR Kota Surabaya, Soengkono, pada 19 Oktober 1945.
Di tahun 1946, TKR Pelajar mengalami perubahan nama lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) Pelajar, atau disingkat menjadi TRIP.
Markas Pusat TRIP
Pada 14-16 Juli 1946, diselenggarakan sebuah Kongres Pelajar dengan dihadiri oleh semua unsur pimpinan IPI Jawa Timur. Kota Malang yang menjadi tuan rumah mendapatkan imbas hasil dari kongres tersebut. Tepatnya pada 21 Juli 1946, Kota Malang diputuskan menjadi Pusat Markas TRIP Jawa Timur. Markas ini dipimpin oleh Komandan Isman dan Wakil Komandan Moeljosoedjono, yang berkedudukan di Mojokerto.
Setelah itu, dibentuklah pasukan-pasukan yang lebih kecil setingkat batalyon. Wilayah Malang dipimpin oleh Susanto yang menjadi basis Batalyon 5000. Sementara itu, Batalyon 1000 yang meliputi Karesidenan Surabaya berpusat di Mojokerto, Batalyon 2000 meliputi Karesidenan Madiun dan Bojonegoro berpusat di Madiun, Batalyon 3000 meliputi Karesidenan Kediri berpusat di Kediri, dan Batalyon 4000 meliputi Karesidenan Besuki berpusat di Jember.
Pada Mei 1946 para pelajar asal Malang yang tergabung dalam TRIP Staf I meninggalkan markas Jetis (Mojokerto) kembali ke Malang untuk kembali ke sekolah masing-masing. Kepergian mereka ini bertujuan untuk menghadapi musim kenaikan kelas pada Juli 1946. Namun setelah kenaikan kelas diumumkan, Komandan Batalyon memerintahkan pelajar-pelajar ini agar tidak meninggalkan Kota Malang. Pada 17 Juli 1946 itu, Susanto memprediksi terjadinya agresi militer Belanda berdasarkan pengamatannya pada gejolak di Ibukota.
Benar saja, penyerangan Belanda itu terjadi di Malang dan memakan korban 35 Tentara Republik Indonesia Pelajar.
Baca juga: Kisah Pilu di Balik Monumen Perjuangan Polri Di Tlogowaru
Subscribe channel Youtube kami dan ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania