Tradisi puputan biasa digelar untuk bayi yang baru cuplak tali pusarnya. Ternyata, tradisi masyarakat Jawa semacam ini belum pudar dan masih dilakukan warga Malang Raya.
Bayi yang baru lahir umumnya masih menyisakan tali pusar dengan panjang yang berbeda-beda. Panjang sisa tali plasenta itu tergantung seberapa si bidan yang memotongnya dari rahim sang ibu.
Sisa potongan itu menempel di pusar si bayi sampai waktu yang tak bisa diprediksi kapan lepasnya. Tali pusar itu akan lepas dengan sendirinya. Umumnya, lepas dalam waktu antara lima sampai 10 hari.
Saat lepas itulah si jabang bayi akan hilang rasa sakit yang ditahannya dari sisa potongan tali pusar tersebut. Sebagai bentuk syukur, makanya keluarga si bayi biasanya menggelar puputan ini.
Tata Cara Melakukan Tradisi Puputan
Dalam tradisi puputan ini keluarga si bayi mengundang para tetangga untuk kenduri/hajatan sederhana. Ada pula di sejumlah daerah yang tak perlu mengundang orang, melainkan langsung membagikan berkatnya ke rumah-rumah tetangga sekitar.
Mereka berkumpul di rumah keluarga si bayi bakal memanjatkan doa bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Doa ini ditujukan agar si anak yang telah cuplak/puput pusarnya selalu diberkahi, diberi keselamatan dan kesehatan.
Berkat/makanan untuk kenduri atau yang langsung dibagikan kepada tetangga sekitar itu umumnya berupa jenang merah. Jenang tersebut merupakan bentuk rasa syukur sekaligus harapan besar untuk si bayi agar membawa keberkahan.
Selain tradisi puputan, di Malang Raya juga masih sering dijumpai tradisi lainnya untuk menyambut kelahiran bayi. BACA: Inilah tata cara melaksanakan tradisi sepasaran yang biasa dilakukan orang Jawa.