Keberadaan Belanda di Indonesia ternyata meninggalkan banyak bangunan yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Tidak hanya bangunan tua berupa gedung, hotel, sekolah, maupun gereja, peninggalan Belanda juga berupa sebuah makam. Sebut saja Makam Dinger di kawasan Bumiaji, Kota Batu. Konon, makam ini adalah tempat persemayaman terakhir tuan tanah terkenal pada masanya.
Makam Dinger yang Tak Bertuan
Tak seperti makam biasa, Makam Dinger kini menjadi ‘bangunan’ misterius. Bangunan tua ini berada di tengah area perkebunan di daerah Bumiaji. Makam ini dibangun megah dengan bentuk berundak dan bagunan berwarna putih khas Belanda. Ukuran makam yang besar dan mewah ini tentu menjadi point of interest alias nampak menonjol di tengah perbukitan.
Diketahui, bangunan ini berada dalam sebuah Mausoleum atau sebuah kompleks makam milik keluarga Dinger. Bangunan ini dibangun indah dengan bangunan utamanya dikelilingi sebuah kolam. Hal ini disimpulkan dari penemuan sebuah jembatan di jalan masuk menuju bangunan utama Mausoleum. Hingga kini jembatan itu masih berdiri kokoh, meski tidak ditemukan sungai atau danau di sekitarnya.
Sebuah pahatan dalam pintu masuk bangunan menjadi bukti, yakni dengan tulisan ‘Graf Familie Dinger’ yang berarti makam keluarga Dinger. Di sebelah kiri, terdapat sebuah pahatan bertuliskan ‘anno 1917’. Tulisan yang berarti tahun 1917 ini menunjukkan tahun pembangunan makam, atau mungkin juga tahun pemakaman jenazah Dinger.
Dari sebuah data dari Kemendikbud, makam ini dulunya digunakan untuk menyimpan peti mati milik Graaf J. Dinger dan istri. Kedua jenazah ini sempat bersemayam dalam bangunan tersebut, namun kemudian dipindahkan ke Belanda. Akhirnya, tempat tersebut kini menjadi tak bertuan dan digunakan oleh warga sekitar untuk menyimpan barang.
Tuan Dinger
Dari sebuah situs bernama imexbo.nl, ditemukan bahwa dulunya Dinger adalah seorang administrator, direktur dari bank Excompto, serta seorang tuan tanah dari berbagai kebun gula, teh, kopi, dan kina di kawasan Batu.
Jan Dinger lahir di Amsterdam pada 16 Agustus 1853 dan meninggal pada 2 Maret 1917 di Tulungrejo, Bumiaji, Batu. Salah satu permintaannya sebelum meninggal adalah dimakamkan di salah satu lahan perkebunan miliknya di Batu. Untuk itu, dibuatlah Makam Dinger ini.
Istri Dinger yang bernama Elisabeth Malvine Ernestine van Polanen Petel dikatakan juga ikut dimakamkan di mausoleum itu. Meski demikian, Elisabeth sendiri tercatat baru meninggal pada 7 Maret 1938. Rentang waktu sejak meninggalnya Dinger dan sang istri ini menunjukkan bahwa makam keluarga tersebut sempat terawat dengan baik.
Bahkan salah satu putra dari Jan Dinger yaitu Jan Rutger Dinger diketahui memiliki posisi yang cukup tinggi di masyarakat Hindia Belanda sehingga sangat mungkin jika situs ini dapat bertahan. Hanya saja, kondisi yang terawat itu tidak berlanjut hingga kini. Walaupun pemerintah setempat sudah menetapkannya sebagai salah satu cagar budaya, bangunan ini tampak terabaikan dan kurang terawat. Buktinya, banyak sampah yang dibuang di sekitar lokasi, dan coretan-coretan di dinding bangunan itu sendiri.
Baca juga: Cerita Sosok ‘Hantu’ Wanita di Wisma Tumapel
Subscribe channel Youtube kami dan ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania