Ada sebuah tradisi unik yang menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Kota Batu yaitu Tradisi Kembul Dungo. Tradisi ini adalah sebagai ungkapan penuh pengharapan masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Sejarah penamaan dari tradisi Kembul Dungo, merupakan nama yang pengambilannya dari bahasa jawa. Kata “kembul” mengacu pada kegiatan berkumpul bersama yang terjadi dalam masyarakat setempat, sedangkan “dungo” artinya doa. Jadi, Kembul Dungo bisa berarti kegiatan berdoa yang terjadi secara bersama-sama.
Dalam gelaran Tradisi Kembul Dungo ini masyarakat melakukan bermacam-macam kegiatan. Yaitu mulai dengan Ngarak Tumpeng.
Yakni mengarak tumpeng keliling Kota Batu. Lalu, berlanjut dengan Ujub-ujub, yaitu suatu doa khas Jawa. Ada pula pelantunan tembang Mocopat, pagelaran seni, ekral tumpeng, dan terakhir kembul tumpeng alias makan tumpeng bersama-sama.
Kegiatan Kembul Dungo ini biasa masyarakat gelar pada Candi Supo atau yang juga biasa menyebutnnya Candi Songgoriti. Candi tersebut terpilih karena merupakan salah satu cagar budaya dengan nilai tradisi yang patut lestarikan yang kepunyaan Kota Batu. Terpilihnya tempat-tempat yang demikian lantaran tidak semua tempat bisa pergunakan untuk berdoa jika ingin doa itu segera bisa terkabul.
Candi Songgoriti sendiri merupakan tempat istimewa bagi Kota Batu yang dianjurkan menjadi tempat pagelaran ini. Candi tersebut juga kerap menjadi tempat menggelar acara kesenian, juga jamasan benda-benda pusaka pada bulan Sura. Jamasan merupakan sebuah upacara ritual membersihkan benda-benda pusaka, seperti keris, tombak, dan sejenisnya.
Gelaran acara Tradisi Kembul Dungo ini biasanya juga turut termeriahkan penampilan seniman lokal dan mancanegara yang sekaligus merayakan hari ulang tahun Malang Dance. Ada Suprapto Suryodharmo dari Padepokan Lemah Putih Solo, Tri Broto Wibisono dari Surabaya, Yinii dari Shanghai China, Jarot BD dari Studio Taksu Solo, dan lain-lain.
Baca juga artikel menarik lainnya Makam Mbah Setyo Setuhu, Pusara Di Kaki Gunung Semeru