Desa Lebakharjo merupakan salah satu desa masuk wilayah administratif Kecamatan Ampelgading, Kabupaten Malang. Dalam perjalanan sejarahnya, ternyata desa ini awalnya malah persiapkan sebagai lahan pertanian oleh sang pembabat alas.
Sejarah itu berawal dari tahun 1921, yang mana ada sekelompok orang yang pemimpinnya oleh seseorang bernama Soleh yang datang ke wilayah desa ini. Dulunya, wilayah desa tersebut merupakan hutan belantara. Mereka menyulap hutan tersebut menjadi lahan untuk bercocok tanam. Lahan itu kemudian tertanami jagung, ubi-ubian.
Karena hasil panen dari lahan pertanian itu melimpah-ruah, Soleh dan kelompoknya betah bertempat tinggal pada tempat itu. Hal itu pula yang kemudian menjadi daya tarik bagi orang-orang untuk datang dan ikut mendirikan rumah-rumah sederhana. Lama-lama tempat tersebut menjadi perkampungan.
Setelah banyak pendatang, maka pada tahun 1922 ada lahan baru yang terbuka. Mereka menyebutnya Tengon, karena tempat itu banyak berpenghuni hewan kutu, yang dalam Bahasa Jawa terkenal dengan nama ‘tengu’. Pada tahun 1923, datang pula warga dari Sekarlindu, Kecamatan Dampit selatan yang juga turut membuka lahan.
Sementara itu, sebelum resmi menjadi desa sendiri, Lebakharjo masuk wilayah Dukuh Sumbertangkil.
Karena semakin banyaknya penduduk yang datang ke sana, maka berdirilah Desa Lebakharjo, yang peresmian oleh pemerintah kolonial Belanda pada tanggal 20 Agustus 1924. Soleh terpilih sebagai Petinggi (Kepala Desa) pertama.
Selain itu Desa Lebakharjo juga dinobatkan sebagai Desa Pramuka. Berawal dari Lebakharjo menjadi tuan rumah PW Aspac 1978, sebuah perkemahan wirakarya se-Asia Pacific. Desa yang berjarak dua jam dari Kota Malang ini menjadi tuan rumah perkemahan sekitar 3 bulan lebih. Dari pra-PW sampai PW yang sebenarnya.
Suasana serba Pramuka kembali muncul pada Lebakharjo tahun 1993. Desa subur pada wilayah pesisir selatan itu, menjadi tuan rumah Comdeca (Community Development camp) sedunia. Dengan semua warganya saat muda aktif dalam kepramukaan membuat ruh dan semangat kepanduan begitu melekat di desa ini.
Dasa Dharma Pramuka dan Trisatya terpasang pada bagian depan rumah mereka. Dengan begitu kepramukaan melekat erat dalam darah daging mereka dan terwujud dalam perilaku sehari-hari. Seperti setia kawan, cinta lingkungan, dan gotong royong.
Baca juga artikel menarik lainnya tentang Menilik Sejarah Patung Sang Penyair Chairil Anwar Di Malang