Kota Malang yang penuh dengan sejarah. mulai dari kerajaan kuno abad ke 8 masehi hingga jaman penjajahan kolonial Belanda. Dari berbagai kekayaan warisan sejarah dan budaya itu kini muncullah berbagai kawasan Malang Heritage. Salah satunya adalah Kampung Heritage Kayutangan.
Kayutangan merupakan objek wisata sejarah yang berupa perkampungan tua, yang memiliki berbagai rumah kuno yang terawat keasliannya hingga saat ini.
Terdapat kurang lebih 60 rumah tua yang keseluruhannya relatif terjaga dengan baik. pada bagian depan rumah terdapat plakat informasi usia bangunan sampai pemilik pertamanya. Rumah tertua tercatat mulai berdiri sejak tahun 1870.
Setidaknya ada dua versi yang menyebutkan, mengapa Jalan Kayutangan, yang ada pada jaman Belanda terkenal dengan nama Jalan Pita?
Pertama, merujuk pada data sejarah yang menyebutkan sebelum tahun 1914 kawasan itu terdapat papan penunjuk arah berukuran besar yang berbentuk tangan buatan Belanda.
Kedua, saat mulai berkembangnya kawasan alun-alun, ujung jalan arah alun-alun terdapat pohon yang menyerupai tangan. Karena itu kawasan tersebut lantas terkenal dengan sebutan Kayutangan.
Entah mana yang menjadi dasar. Yang jelas, nama Kayutangan (Kajoetangan) banyak terdapat pada buku laporan Belanda tahun 1890 hingga masih terucap sampai sekarang. Kompleks pertokoan pada sepanjang Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmad) mulai dari pertigaan depan PLN sampai depan Gereja Katolik Kayutangan sudah ada sejak tahun 1930-1940, yang saat itu bergaya atap datar dan berbentuk kubus.
Sampai sekarang kompleks pertokoan ini masih relatif terjaga keasliannya. Sekitar 1960-1970-an pertokoan itu membuat pusat keramaian Kota Malang dengan berbagai macam usaha. Antara lain, perdagangan umum, perkantoran, gedung bioskop, pakaian jadi, kelontong, dan lain-lain.
Sepanjang Jalan Kayutangan terdapat perempatan yang terkenal, yang dulu sering disebut perempatan Rajabaly. Yang menarik adalah keunikan bentuk arsitektur pertokoannya. Terdapat tepat pada perempatan Jalan Kayutangan (sekarang Jalan Basuki Rahmat, Jalan Kahuripan, dan Jalan Semeru).
Pertokoan itu sudah ada sejak tahun 1936 oleh arsitek Karel Bos. Bentuk kembar bangunan sebelah kanan dan kiri itu bukan hanya menggambarkan pintu gerbang menuju Jalan Semeru. Menurut beberapa tokoh masyarakat, bangunan kembar tersebut terinspirasi dari sang arsitek yang baru dikaruniai putra kembar.
Baca juga: Buk Gluduk, Jembatan Bersejarah Ikon Kota Malang