Salah satu area terbuka yang saat ini tidak dijumpai lagi di Kota Malang adalah arena pacuan kuda. Area tersebut dulu menjadi hiburan bagi masyarakat Belanda.
Arena tersebut terdapat di bagian barat kota, berada di dekat Jalan Besar Ijen yang banyak terdapat rumah bagi orang-orang kalangan menengah ke atas di zaman Kolonial Belanda, area ini dibangun pada tahun 1938. Posisi pintu depan pacuan kuda tersebut ada di depan simpang balapan, kini bangunan pintu gerbang itu berubah menjadi Politeknik Kesehatan Malang.
Sama seperti tempat pacuan kuda pada umumnya yang punya tempat yang sangat besar dan luas, sehingga arena ini membentang dari Jalan Pahlawan TRIP hingga Jalan Jakarta. Sekarang lokasi tersebut selain digunakan untuk pendidikan juga sudah menjadi perumahan perlebaran dari kawasan Jalan Ijen.
Arena hiburan pacuan kuda di zaman Belanda, dengan pintu gerbang di simpang balapan (sekarang), di bagian bawah atau sisi utara ada Jalan Jakarta, sementara di bagian atas di sisi selatan ada Jalan Pahlawan trip.
Pacuan atau aduan kuda dari dahulu memang kerap dijadikan sebagai sarana rekreasi bagi orang-orang berada. Sama seperti sekarang, taruhan pacuan kuda juga ramai. Dari sebuah sumber, masyarakat Belanda dan golongan priayi di dari Indonesia bisa habis ratusan gulden untuk sehari saja jika ada perlombaan.
Di kawasan tersebut juga punya pemandangan yang indah berupa Gunung Putri Tidur yang sangat indah. Sehingga menjadi background di setiap perlombaan.
Selain digunakan untuk berkuda, di kawasan tersebut pernah digunakan Jambore Pandu Dunia pada tahun 30-an. Sayang penulis tidak banyak memperoleh informasi tentang adanya Jambore itu.
Di masa kemerdekaan, di sekitar lokasi pacuan kuda di sisi selatan menjadi arena yang menyedihkan bagi Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), karena saat pertempuran mereka terdesak hingga mundur hingga ke sana. Dari sana, dalam posisi yang terkepung mereka dihantam oleh tentara Belanda sehingga akhirnya gugur di daerah yang kita kenal dengan Jl. Pahlawan TRIP.
Pesatnya pembangunan memaksa area yang tersebut berubah, karena bisa jadi atau kemungkinan balap kuda dianggap kurang begitu menarik dibandingkan sepakbola ataupun olahraga lain.
Sekitar tahun 1960-an terjadi alih kepemilikan di lokasi tersebut. Karena area olahraga sudah dipusatkan di kawasan Stadion Gajayana. Sehingga menjadi kawasan tersebut menjadi perumahan elit dan kawasan pendidikan karena kebutuhan dari warganya. Di tahun 90-an, pacuan kuda benar-benar tidak berbekas lagi.