Sebelum memakai nama resmi Bandara Abdulrachman Saleh, pangkalan udara yang terletak pada wilayah Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang itu bernama Pangkalan Udara Bugis. Pembangunan Lanud ini terjadi saat Pemerintahan Kolonial Belanda pada era 1937-1940.
Pangkalan udara ini berlokasi sekitar 17 km ke arah timur dari pusat Kota Malang. Pembangunannya sendiri berbarengan dengan pembangunan pangkalan udara lain daam pulau Jawa. Sebut saja beberapa seperti Lanud Maospati (kini Pangkalan Udara Iswahyudi) di Madiun, Lanud Panasan (Bandar Udara Internasional Adi Sumarmo) Solo, dan Lanud Maguwo (Bandar Udara Internasional Adisutjipto) Jogjakarta.
Posisi Pangkalan Udara Bugis ini memang cukup strategis dan aman, karena berada dalam benteng alam berupa gunung. Berada pada lembah Gunung Bromo, gunung-gunung yang mengelilinginya adalah yaitu Gunung Semeru (3.676 mdpl) sebelah timur, Gunung Arjuno (3.339 mdpl) sebelah utara, dan Gunung Kawi (2.551 mdpl) dan Gunung Panderman (2.000 mdpl) sebelah barat.
Posisi yang berada pada kepungan gunung tersebut membuat Pangkalan Udara Bugis sulit terdeteksi lawan dari udara, karena keberadaannya tak tampak begitu jelas dari udara. Ketika ada pesawat musuh melewati jalur udara di atasnya, lanud ini seolah tertutup oleh kabut. Alasan strategis untuk pertahanan militer tersebut yang juga melatarbelakangi Belanda memilih Kecamatan Pakis sebagai salah satu daerah pertahanan udara Malang.
Pangkalan Udara Bugis
Kala itu, Pemerintah Kolonial Belanda sengaja membuat landasan pacu yang cukup panjang dalam Lapangan Udara Bugis. Pasalnya, kala itu mereka memiliki armada udara dengan ukuran cukup lebar, sehingga lanud ini dapat berguna untuk landing dan take off pesawat-pesawat seperti pesawat Bomber, Glynmartin, Fokker, dan Jagers.
Pangkalan Udara Bugis kemudian berubah menjadi Bandara Udara Abdulrachman Saleh pada 17 Agustus 1952. Perubahan nama tersebut berdasarkan keputusan Kepala Staf Angkatan Udara kala itu, yaitu Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma dalam surat Penetapan Kepala Staf Angkatan Udara Nomor 76/48/Pon.2/KS/52. Isi dari surat ini adalah perubahan nama-nama Pangkalan Udara tipe A, yang salah satunya adalah Lanud Bugis.
Atas dasar pengorbanan dan jasa-jasa Prof. Dr. Abdulrachman Saleh, salah seorang pahlawan nasional, dalam usahanya mengembangkan AURI dan memperjuangkan bangsa Indonesia, maka namanya dipakai sebagai nama resmi bandar udara tersebut, hingga kini.
Penerbangan Sipil
Penerbangan ipil ini pertama kali buka pada 1 April 1994 oleh Merpati Nusantara Airlines yang menggunakan pesawat Fokker F28. Karena sering mengalami keterlambatan (tidak sesuai jadwal) mulai kurun waktu tahun 1996-1997, mereka mengalami penurunan load factor sampai 14,54 persen. Akhirnya, terhitung per tanggal 16 Juni 1997, PT Merpati Nusantara Airlines secara resmi menghentikan kegiatan penerbangannya khusus untuk bandara ini.
Sejak 25 Mei 2005, layanan penerbangan sipil bandara tersebut menggunakan terminal dalam Base ops Lanud Abdulrahman Saleh. Namun, sejak tanggal 30 Desember 2011 penerbangan sipil Abdulrachman Saleh menggunakan bandar udara yang terpisah dari base ops Lanud ini.
Bandara Abdulrachman Saleh memiliki dua landasan pacu. Landasan yang pertama biasa menjadi landasan pesawat-pesawat kecil seperti Hercules C-130 dengan panjang 1.500 m. Sedangkan landasan pacu yang kedua untuk jenis pesawat besar, seperti Boeing 737 dengan panjang 2.300 m.
Bandara tersebut memiliki kode ICAO WARA (dahulu WIAS) dan kode IATA MLG. Pesawat Hercules C-130 dan Super Tucano sebagai pengganti OV-10 Bronco, yang kini sudah ada dalam museum, biasa terparkir pada bandara tersebut. Selain itu, lanud ini juga menjadi basecamp Wing 2 Korps Pasukan Khas.
Namanya abadi menjadi nama bandara. Siapa sih Abdulrachman Saleh? Baca: Sosok Inspiratif Abdulrachman Saleh yang Abadi di Malang