Kecamatan Turen ternyata menyimpan peninggalan sejarah yang unik dan menarik, Prasasti Godek. Selayaknya prasasti pada umumnya, watu kuno ini menyimpan sebuah cerita. Siapa sangka, nama Prasasti Godek menyimpan fakta bahwa batu bersejarah ini sanggup bikin orang yang melihatnya godek-godek alias geleng-geleng kepala.
Tak banyak yang tahu, situs sejarah yang terkenal dengan nama Prasasti Turriyan ini sejatinya merupakan cikal bakal penamaan daerah Turen, Malang. Meski menjadi salah satu informasi penting, namun keberadaan prasasti ini sedikit luput dari perhatian media. Informasi resmi mengenai Prasasti Godek ini terbatas dari juru kuncinya.
Peninggalan Empu Sindok
Prasasti Godek Turen aalah sebuah peninggalan Raja Empu Sindok. Pada masa pemerintahanya dahulu, beliau memerintahkan anak buahnya untuk membangun tempat ibadah yang terletak pada sebelah barat Desa Turriyan (sekarang Turen). Atas perintah tersebut, maka mereka segera membangun sebuah tempat suci untuk beribadah dengan bermodalkan satu kati plus tiga suwarna emas.
Salah satu alasan yang melatarbelakangi pemberian nama Watu Godek adalah betapa sulitnya tulisan aksara Jawa pada lempengan batu prasasti tersebut untuk dibaca. Mereka yang nekad membacanya akan godek-godek (geleng-geleng) kepala. Cerita lain dengan versi berbeda mengatakan bahwa terdapat batu lingga dan yoni dekat prasasti. Jika batu lingga dimasukkan pada batu yoni, maka batu yoni tersebut bisa godek-godek (bergerak-gerak).
Pelestarian Prasasti Godek Turen, Malang
Menurut tulisan pada batu ini, tanggal pembuatannya yakni 24 Juli 929 M, atau bertepatan dengan tahun 851 saka. Pelestarian peninggalan sejarah ini terus berjalan secara turun-temurun. Menurut penuturan warga sekitar, mereka yang pernah menjadi penjaga prasasti ini adalah Mbah Kaji Rujak Beling, Mbah Jalal, Pak Junaidi, dan Bu Nia. Mereka melanjutkan perjuangan kakek dan suaminya untuk melestarikan cagar budaya ini.
Sekitar tahun 2007 silam, prasasti ini mulai mendapat perhatian serius dari pihak pemerintah. Pada saat itu, sang penjaga prasasti ini (suami dari Bu Nia) mendapat penghargaan dari Dinas Pelestarian Cagar Budaya Trowulan Kabupaten Mojokerto. Meski letaknya berada pada wilayah Kabupaten Malang, namun prasasti ini masih mempunyai garis keturunan dengan beberapa prasasti Mojokerto. Bahkan beberapa kali, prasasti ini dipindahkan ke Mojokerto namun selalu gagal. Hal ini menunjukkan seakan-akan Prasasti Godek masih ingin terus ‘menjaga’ tempat aslinya.
Warga sekitar Watu Godek sendiri pun memberikan penghormatan yang lebih pada prasasti ini. Hal itu terbukti setiap acara hajatan, entah itu acara pribadi atau kampung, mereka selalu menyempatkan diri untuk berdoa bersama pada area prasasti. Istilahnya ngalap berkah dan wasilah kekeramatan batu prasasti tersebut.
Ingin tahu teks asli dan cara tafsir prasasti? Baca artikel ini: Kameswara Tirthayatra dan Tafsir Baru Prasasti Ranu Kumbolo