Eksistensi umat Katolik Kota Malang sudah diakui sejak era penjajahan Belanda. Keberadaan Gereja Kayutangan yang menggambarkannya.
Gereka Kayutangan memiliki nama resmi Gereja Katolik Hati Kudus Yesus. Gereja ini merupakan salah satu gereja tertua di Kota Malang selain GPIB Immanuel. Sesuai dengan nama julukannya, Gereja Kayutangan terletak di daerah Kayutangan, salah satu kawasan paling bersejarah di kota tersebut. Tentu saja, banyak peristiwa bersejarah yang turut mengiringi perjalanan eksistensi gereja tersebut.
Gereja ini berdiri sejak tahun 1905, sehingga bangunannya memiliki ciri khas arsitektur neo-gothic, seperti kebanyakan gereja di Eropa yang sedang hits pada masa itu. Tak heran jika bangunan gereja ini memiliki daya tarik bagi umat Katolik dari berbagai daerah di tanah air. Bahkan para wisatawan mancanegara yang tengah berkunjung ke Kota Malang pun tertarik.
Gereja Kayutangan dan Perkembangan Arsitektur Era Kolonial Belanda
Gereja kayutangan ini secara tidak langsung berhubungan erat dengan sejarah perkembangan arsitektur di era Kolonial Hindia-Belanda di Indonesia. Gereja ini termasuk golongan bangunan yang dibangun oleh arsitek ternama Belanda antara tahun 1900-1915.
Maka tak heran jika gereja ini masih satu golongan dengan bangunan Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia yang didirikan pada tahun 1914 dan Palace Hotel yang sekarang menjadi Hotel P yang dibangun pada tahun 1916.
Arsitek yang merancang Gereja Kayutangan ini adalah Marius J. Hulswit, salah seorang pelopor arsitektur colonial modern di Hindia-Belanda sesudah tahun 1900. Hulswit sendiri adalah murid seorang arsitek Neo-gothik di Belanda. Karenanya, Gereja Kayutangan pun memiliki sentuhan gaya arsitektur Neo-gothik.
Meski tak semegah bangunan gereja neo-gothik lain yang ada di Eropa, Gereja Kayutangan ini tetap didukung karakteristik kuat hasil sentuhan tangan sang arsitek. Hal ini terlihat pada struktur gedung yang tinggi dengan kerangka kokoh pada dinding dan atap yang fungsinya sebagai penutup.
Gereja ini memiliki jendela dan pintu yang besar pada dinding yang dibangun dengan konstruksi skelet. Buktinya, pada tembok luar gereja yang ditopang tiang penyangga dinding berbentuk persegi.
Menariknya, denah Gereja Kayutangan tidak berbentuk salib seperti pada umumnya gereja bergaya Gothic. Pasalnya, atapnya tidak terlalu tinggi, sehingga tidak ada penyangga yang sering disebut Fliying Buttress.
Karena denahnya berbentuk kotak, gereja ini pun tak mempunyai ruang yang disebut double aisle/nave seperti layaknya gereja-gereja Gothic. Namun, gereja ini memiliki tangga untuk naik ke lantai dua yang tidak penuh pada bagian depan sebelah kiri dan kanan. Pada kedua tangga inilah dibuat dua menara yang biasa terlihat di gereja-gereja bergaya neo-gothic.
Jika dilihat ke dalam, altarnya dirancang sendiri oleh Halswit. Altar itu terbuat dari kayu yang dipesan dari tukang kayu Cina di Surabaya, namun sejak tahun 1965 sudah tidak dipakai lagi hingga kini.
Ciri khas lainnya dari Gereja Kayutangan adalah bangunan dengan konsep yang membiarkan agar cahaya dari luar bisa dengan leluasa masuk dalam gedung. Konon alasannya karena paham bahwa Tuhan hadir di mana saja seperti cahaya.
Maka, jangan heran jika di dalam gereja ini dipakai kaca bergambar yang disebut stained glass sebagai pencerahan mistik, yang merupakan persembahan terindah gaya Gotik terhadap konsep cahaya yang dimaksud.
Ada Pengaruh Unsur Islami di Gereja Kayutangan
Ciri khas Gothic pada lengkungan yang meruncing di Gereja Kayutangan ternyata ada pengaruh dari unsur Islami. Uniknya lagi, dalam kapel gereja terdapat banyak benda kuno, termasuk sebuah Al Quran asal Tunisia yang menjadi peninggalan tahun 1920-an.
Nilai historis Gereja Kayutangan tak bisa dilepaskan dari eksistensi umat Katolik sejak masa kolonial Belanda di Malang. Salah satunya keberadaan Paroki Hati Kudus Yesus (HKY) yang dipimpin Romo Godefriedus Daniel Augustinus Jonckbloet, sejak tahun 1907.
Awalnya, paroki itu belum punya gereja sendiri dan harus menumpang di Pendopo Kabupaten Malang untuk melaksanakan kegiatan keagamaan. Saat itu, pendopo memiliki fungsi ganda sebagai gereja Katolik lengkap dengan orgel, kamar pengakuan dosa, mimbar dan bangku komuni.
Anda bisa membaca tulisan batu murer di dalam gereja ini. Di situ tertulis dalam Bahasa Belanda yang jika diterjemahkan mempunyai arti “Gereja ini dipersembahkan kepada Hati Kudus Yesus, didirikan berkat kemurahan hati dari Yang Mulia Monseigneur ES Luypen, dirancang oleh arsitek MJ. Hulswit dan semasa penggembalaan yang terhormat Romo GDA Joncbloet dan Romo FB. Meurs pada tahun 1905 telah diberkati oleh YM. Monseigneur Edmundus Sijbrandus Luypen, uskup Tituler dari Orope, Vikaris Apostolik dari Batavia”.
Jika ingin mengetahui lebih detail seluruh sejarah Gereja Kayutangan, bisa dibaca di dalam buku kenangan perayaan 100 tahun paroki HKY Kayutangan. Hingga saat ini, gereja Katolik tersebut masih berdiri kokoh di Jalan Mgr. Soegijopranoto No. 2 menjadi saksi perkembangan Kota Malang.
Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.