Siapa Bilang Menyalakan Flare di Stadion Bukan Tindakan Kriminal? (1)

- Advertisement -

Tak sedikit ‘oknum’ Aremania yang masih beranggapan ‘siapa bilang menyalakan flare di stadion adalah tindakan kriminal?’. Padahal, sudah jelas Rule of The Game FIFA dan regulasi Liga 1 flare dan ‘kroni-kroninya’ dilarang keras dibawa masuk stadion.

“During the match, all stewards and/or police officers must maintain as low profile as possible. This shall include: (iii) Not wearing aggresive items (helmets, face masks, shields, etc) unless required through a pre-agreed escalation of stance that is in direct relation to crowd behaviour and exiaring threat,” bunyi FIFA Stadium Safety and Security Regulations, Chapter III Stewards, Article 19 Pitchside Stewards, Point (iii).

Sementara, dalam Regulasi Liga 1 yang direvisi pada tahun 2018 disebutkan pada Pasal 4 tentang Keamanan dan Kenyamanan, Ayat 4 bahwa Klub tuan rumah wajib untuk membuat rencana pengamanan (security plan) yang berisi pernyataan dari seluruh pihak yang terkait dengan ruang lingkup pengamanan termasuk tetapi tidak terbatas pada Stadion, lapangan latihan dan hotel tempat Klub tamu dan Perangkat Pertandingan menginap. Rencana pengamanan ini dibuat dengan merujuk kepada FIFA Stadium Safety and Security Regulations yang berlaku.

Merujuk dua aturan tersebut, Kriminolog yang juga seorang Aremania, Andreas Lucky Lukwira turut angkat bicara. Sesuai kedua regulasi tu, menurutnya flare, smoke bomb, kembang api, petasan adalah hal yang terlarang ada di tribune saat pertandingan.

“Kalau ada yang menganggap flare dan kawan-kawannya bukan kriminal itu kan cara pandang beberapa pihak saja. Namun, kalau bicara crime (kejahatan) kita harus bicara ada tidaknya kerugian yang ditimbulkan,” kata Andre.

“Suka tidak suka, flare ini berisiko, terutama terhadap pernafasan. Sudah pasti merugikan suporter lain, terutama yang bawa balita.”

Melawan Budaya Menyalakan Flare di Stadion

Andre berpendapat menyalakan flare itu sebenarnya akar budayanya tidak ada, meskipun diklaim mengekor budaya fans Ultras dari klub-klub Eropa. Menurutnya, kelompok-kelompok itu sendiri yang mengklaim bahwa “flare not crime”.

Bahkan, ditambahkan alumni Kriminologi Universitas Indonesia ini, menyalakan flare di stadion adalah suatu penyalahgunaan fungsinya sendiri. Sebab, flare diciptakan untuk keperluan SOS di situasi genting.

“Masalahnya, apakah itu mindset semua Aremania atau segelintir saja? Kan belum terjawab. Tapi, menciptakan ruang stadion yang nyaman, pastinya semua Aremania sepakat,” imbuhnya.

“Jangan lupa, Aremania termasuk kelompok suporter pertama yang menciptakan ruang stadion nyaman, di mana perempuan, tua-muda, bisa menonton dengan nyaman.”

Tidak Menyalahkan Aremania yang Berkiblat kepada Ultras

Meski tak setuju dengan flare yang asapnya bisa mengganggu jalannya pertandingan, Andre tak menyalahkan Aremania yang berkiblat kepada Ultras. Toh, berkiblat kepada suporter luar negeri tak harus diserap mentah-mentah, melainkan diambil sisi positifnya saja.

“Ke mana pun kiblatnya tidak masalah, yang penting hal positifnya bisa diambil. Ultras itu kan fanatismenya bagus. Itu yang bisa ditiru. Toh budaya yang jelek-jelek juga tidak terang-terangan ditiru oleh Aremania,” sambungnya.

“Budaya naik angkutan umum yang biasa dilakukan Ultras malah belum ditiru di sini. Di Eropa sana kan lumrah suporter naik angkutan umum.”

Bersambung..

Aremania akan menampilkan atraksi one man one flag di laga Arema vs PSM Makassar. BACA: Atraksi pengibaran bendera merah putih ini salah satu cara Aremania untuk move on dari flare.

Subscribe channel Youtube kami, ikuti kami di Instagram dan gabunglah bersama kami di Facebook untuk menjadi bagian dari komunitas Arema dan Aremania.

Artikel Lainnya